Harga Minyak Dunia Anjlok, Brent Gagal Tembus ke Level 100 Dolar AS Per Barel
Harga minyak mentah kontrak berjangka Brent untuk pengiriman November turun sebanyak 21 sen menjadi 95,17 dolar AS per barel.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Pasca mengalami lonjakan harga hingga tembus ke level tertinggi dalam 10 bulan terakhir, kini minyak dunia dilaporkan turun pada pembukaan perdagangan Jumat (29/9/2023).
Melansir dari Channel News Asia, harga minyak mentah kontrak berjangka Brent untuk pengiriman November turun sebanyak 21 sen menjadi 95,17 dolar AS per barel, sementara brent pengiriman Desember turun 10 sen menjadi 93,00 dolar AS per barel.
Penurunan serupa juga terjadi pada minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS yang turun 8 sen dikisaran harga 91,63 dolar AS per barel.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Sentuh 95 Dolar AS Per Barel, Sri Mulyani Ungkap Penyebabnya
Anjloknya harga minyak Brent dan WTI di pasar global terjadi setelah para pedagang melakukan aksi taking profit.
Penurunan ini lantas menjadi angin segar bagi para investor pasar global yang beberapa pekan terakhir dihantui ancaman inflasi dan kenaikan suku bunga The Fed akibat lonjakan harga minyak diatas 100 dlar per barel.
“Harga minyak telah turun sekitar 1 persen pada Kamis, meredakan kekhawatiran investor terkait ancaman kenaikan suku bunga tinggi yang kemungkinan akan semakin memberikan tekanan pada permintaan minyak,” jelas National Australia Bank dalam sebuah catatan.
Sebelum mengalami penurunan, harga minyak mentah yang dijual di pasar global sempat mengalami lonjakan harga yang tajam. Seperti harga minyak Brent dibanderol naik 97,69 dolar AS, tertinggi sejak November 2022. Sedangkan minyak WTI naik ke level tertinggi sejak Agustus 2022 di 95,03 dolar AS per barel.
Analis ekonom ANZ Research menyebut penguatan harga di pekan lalu terjadi karena perdagangan pasar global kembali fokus pada ekspektasi pasokan minyak mentah yang terus menyusut, akibat pemangkasan pasokan minyak mentah yang dilakukan sejumlah negara produsen minyak OPEC+.
Termasuk Arab Saudi yang memangkas ekspor minyak global sebesar 1 juta barel per hari (bpd), dengan dalih untuk menjaga stabilitas pasokan minyak dalam negeri. Langkah serupa juga dilakukan Rusia, produsen minyak terbesar ketiga dunia ini yang memberlakukan kebijakan pemangkasan ekspor minyak sebesar 500.000 barel per hari di Agustus dan 300.000 barel per hari di September
Buntut pengetatan yang dilakukan Arab Saudi dan Rusia, cadangan minyak di kilang Amerika terus mengalami penurunan stok hingga berada di level terendah yakni anjlok dikisaran 422,9 juta barel.
Tekanan tersebut yang kemudian membuat para investor memperketat peredaran minyak di pasaran. Hingga harga minyak melesat ke puncak tertinggi dan memicu lonjakan inflasi di sejumlah negara termasuk Amerika.