Harga Minyak Dunia Memanas, Melonjak ke Level Tertinggi Buntut Perang Rusia
Minyak dunia di perdagangan pasar global kembali mencatatkan kenaikan harga hingga dibanderol di level tertinggi
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Minyak dunia di perdagangan pasar global kembali mencatatkan kenaikan harga hingga dibanderol di level tertinggi, memperpanjang kenaikan lebih dari enam persen pada minggu sebelumnya.
Mengutip dari Reuters, selama 24 jam terakhir minyak mentah berjangka Brent naik 13 sen atau 0,2 persen menjadi 75,30 dolar AS per barel.
Sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS (WTI AS) melesat di kisaran harga 71,38 dolar AS per barel imbas kenaikan 14 sen atau 0,2 persen pada Senin (25/11/2024).
Baca juga: Harga Minyak Dunia Turun Menjadi 67 Dolar AS: Penyebab dan Implikasi
Kedua kontrak minyak dunia mulai mencatat kenaikan mingguan sejak akhir September. Namun setelah Rusia menembakkan rudal hipersonik ke Ukraina sebagai peringatan kepada Amerika Serikat (AS) dan Inggris yang senjatanya digunakan Kyiv untuk menyerang Moskow, harga minyak kembali mencatatkan kenaikan harga tertinggi.
"Peringatan baru-baru ini menunjukkan perang telah memasuki fase baru dan berbahaya, meningkatkan kekhawatiran gangguan pasokan," kata ketua tim analis ANZ Daniel Hynes, dikutip Reuters.
Tak hanya konflik Rusia, perang antara Iran dan Israel yang semakin memanas buntut tindakan Iran yang mengaktifkan berbagai sentrifus baru dan canggih yang digunakan dalam pengayaan uranium turut mengangkat harga minyak dunia.
Iran berdalih upayanya ini bertujuan untuk melindungi kepentingan negara dan lebih jauh mengembangkan industri nuklir yang damai, konsisten dengan hak dan kewajiban Iran berdasarkan Perjanjian Pengamanan Komprehensif.
Iran juga menganggap resolusi itu "tindakan yang yang bermotif politik, tidak realistis, dan kontraproduktif". Namun buntut rencana tersebut ketegangan di Timur Tengah semakin memanas, lantaran kebijakan terbaru Iran berpotensi memicu peningkatan sanksi dari AS.
"Kecaman IAEA dan tanggapan Iran meningkatkan kemungkinan bahwa Trump akan berupaya memberlakukan sanksi terhadap ekspor minyak Iran saat ia berkuasa," kata Vivek Dhar, ahli strategi komoditas di Commonwealth Bank of Australia dalam sebuah catatan.
Baca juga: Harga Minyak Dunia Rebound, Brent Naik Tipis Jadi 72,56 Dolar Buntut Penarikan Stok Bahan Bakar AS
Apabila sanksi AS direalisasikan, maka sanksi yang diberlakukan dapat menyingkirkan sekitar 1 juta barel per hari ekspor minyak Iran. Angka ini setara 1 persen dari pasokan minyak global.
"Kecaman IAEA dan tanggapan Iran meningkatkan kemungkinan bahwa Trump akan berupaya memberlakukan sanksi terhadap ekspor minyak Iran saat ia berkuasa," kata Vivek Dhar, ahli strategi komoditas di Commonwealth Bank of Australia dalam sebuah catatan.
Tekanan tersebut yang kemudian membuat para investor memperketat peredaran minyak di pasaran. Hingga harga minyak melesat ke puncak tertinggi dan memicu lonjakan inflasi di sejumlah negara termasuk Amerika.