PM Srettha Thavisin Ingin Tarik Investor Asing ke Thailand Sebanyak-banyak
PM Srettha Thavisin ingin menjadikan Thailand tujuan utama investasi asing, termasuk mengupayakan lebih banyak perjanjian perdagangan bebas.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK – Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin yang baru saja dilantik mengatakan pemerintahnya telah berupaya memperkenalkan perubahan yang diperlukan untuk menjadikan Thailand tujuan utama investasi asing, termasuk mengupayakan lebih banyak perjanjian perdagangan bebas.
“Kami akan meningkatkan infrastruktur dan pengelolaan air, meningkatkan bandara untuk menarik pariwisata, memperluas perjanjian perdagangan untuk bersaing dengan negara tetangga, dan mempermudah perusahaan untuk mempekerjakan lebih banyak pekerja asing di Thailand,” kata Srettha dalam sebuah pernyataan, Jumat (29/9/2023).
Dia juga menekankan kebijakan luar negeri Thailand akan netral dan tidak memihak salah satu di antara Amerika Serikat (AS) ataupun China.
Kemudian, Srettha juga ingin memperluas pasar barang-barang pertanian Thailand dan mendukung petani yang sudah lama terlilit hutang sembari menekankan tidak akan ada kebijakan jaminan harga untuk produk mereka seperti yang dilakukan pemerintah sebelumnya, kecuali pada saat krisis.
Investasi dari Perusahaan Global
Sebelumnya, Srettha menyatakan kesiapannya menerima tawaran investasi senilai 5 miliar dolar AS dari sejumlah perusahaan global asal AS seperti Tesla, Google, dan Microsoft.
“Tesla akan mempertimbangkan fasilitas manufaktur kendaraan listrik, Microsoft dan Google sedang mempertimbangkan pusat data,” katanya tanpa merinci apakah dana sebesar 5 miliar dolar AS tersebut merupakan investasi gabungan atau dilakukan secara individual oleh masing-masing perusahaan.
Baca juga: Tesla, Google dan Microsoft Siap Inves di Thailand Senilai 5 Miliar Dolar AS
Investasi asing tersebut diharapkan dapat meningkatkan perekonomian Thailand yang lesu, yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 2,8 persen tahun ini, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya karena melemahnya ekspor.