Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Berkembang di Asia Timur
Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik, dengan alasan lemahnya permintaan China dan global
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Bank Dunia (World Bank) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik, dengan alasan lemahnya permintaan China dan global serta masih tingginya suku bunga.
Dalam laporan terbaru, Bank Dunia memperkirakan ekonomi negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik akan tumbuh sebesar 5 persen pada 2023. Angka tersebut sedikit lebih rendah dari perkiraan pada April sebesar 5,1 persen.
Sedangkan untuk tahun depan, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut sebesar 4,5 persen, turun dari perkiraan pada April sebesar 4,8 persen.
Baca juga: Berdayakan UMKM Lokal, PT GNI Dukung Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Sekitar Smelter
“Meskipun faktor-faktor dalam negeri cenderung menjadi pengaruh yang dominan terhadap pertumbuhan di China, faktor-faktor eksternal akan mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap pertumbuhan di sebagian besar negara-negara lain di kawasan ini,” kata juru bicara Bank Dunia, Senin (2/10/2023).
Meningkatnya Tingkat Utang
Dalam laporan yang sama, Bank Dunia juga menandai peningkatan signifikan utang pemerintah secara umum, serta lonjakan pesat tingkat utang korporasi, khususnya di China, Thailand, dan Vietnam.
Menurut perhitungan Bank Dunia, peningkatan utang pemerintah terhadap PDB sebesar 10 poin persentase dikaitkan dengan penurunan pertumbuhan investasi sebesar 1,2 poin persentase.
Demikian pula, peningkatan utang swasta terhadap PDB sebesar 10 poin persentase dikaitkan dengan penurunan pertumbuhan investasi sebesar 1,1 poin persentase.
Selain itu, Bank Dunia juga mencatat tingkat utang rumah tangga yang relatif tinggi di China, Malaysia dan Thailand dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.
Utang rumah tangga yang tinggi tersebut dapat berdampak negatif pada konsumsi, karena lebih banyak pendapatan akan digunakan untuk melunasi utang, sehingga dapat menyebabkan pengurangan pengeluaran.
Baca juga: Fintech Percepat Digitalisasi UMKM dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional
“Peningkatan utang rumah tangga sebesar 10 poin persentase akan menurunkan pertumbuhan konsumsi sebesar 0,4 poin persentase,” kata Bank Dunia.
Bank Dunia menambahkan belanja rumah tangga saat ini masih berada di bawah tren sebelum pandemi, khususnya di sejumlah negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia