Akui Alami Dilema, Mengapa Pemerintah Tetap Minta TikTok Shop Tutup?
Ini kata Menkop UMKM soal menutup layanan TikTok Shop meski mengakui bahwa ada dilema sebelumnya.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah melalui Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki mengakui dilema atas desakan agar layanan TikTok Shop ditutup operasinya di Indonesia.
Diketahui, per hari ini, Rabu (4/10/2023) pukul 17.00 WIB, TikTok Shop resmi tidak beroperasi lagi di Indonesia lewat pernyataan resmi dari TikTok.
Menanggapi penutupan ini, Teten mengungkapkan sebenarnya ada dilema dari pemerintah lantaran pasca larangan TikTok beroperasi di Indonesia, banyak seller hingga konsumen TikTok Shop yang menjerit.
"Dilemanya kan begitu, tadi ada seller, afilliator, dan konsumen menjerit," kata Teten dalam siniar di kanal YouTube Prof. Rhenald Khasali yang dikutip, Rabu (4/10/2023).
Kendati demikian, Teten menegaskan bahwa aturan larangan TikTok Shop ini semata-mata demi melindungi produksi dalam negeri.
Teten menyebut pemerintah khawatir dengan serbuan barang dari luar negeri yang dijual di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP) atau yang disebut predator pricing, maka produk dalam negeri bakal lumpuh.
Baca juga: Pendapat Richard Lee Tentang TikTok Shop yang Akan Ditutup Hari Ini
Tidak hanya UMKM, Teten menganggap fenomena predator pricing semacam di TikTok Shop juga akan menerpa industri lain seperti manufaktur.
"Jangankan UMKM, industri pun pasti lumpuh. Produksi manufaktur mesti lumpuh. Barang-barang ini kan biasanya consumer goods lah," ujarnya.
Teten mengatakan adanya TikTok Shop lama-kelamaan akan membuat banyak industri gulung tikar dan memberikan efek domino bagi karyawan seperti pengangguran.
Dia pun menganggap berbisnis lewat TikTok Shop bukanlah bisnis yang bersifat jangka panjang.
"Ini akan menimbulkan pengangguran dan mungkin saat ini konsumen yang senang dengan harga murah, nanti lama kelamaan akan hilang. Ini bukan bisnis yang sustain," katanya.
Baca juga: Alasan TikTok Shop Resmi Ditutup, Berawal dari Keluhan Pedagang Tanah Abang yang Alami Kerugian
Terkait TikTok Shop ini, Teten mengatakan bahwa layanan tersebut telah memonopoli pasar di Tanah Air lantaran seluruh instrumen seperti penetapan harga hingga manufaktur dikuasai oleh perusahaan asal Cina tersebut.
"Kalau yang kita lihat, Project S TikTok kan semuanya terintegrasi, dikuasai. Nah ini yang kita lihat punya kemampuan memonopoli."
"Lalu dari segi market, dia sekarang dengan menggabungkan social commerce dengan e-commerce-nya sudah pasti dia akan menguasai big datanya," katanya.
Zulhas Minta TikTok Urus Izin E-Commerce jika Ingin Tetap Ada TikTok Shop
Sebelumnya, Zulhas menyampaikan TikTok Shop dapat beroperasi kembali jika telah mengurus izin sebagai e-commerce atau perdagangan elektronik.
"Kalau mau social commerce silakan, tapi social commerce itu, dia hanya untuk promosi dan iklan."
"Kalau berjualan, e-commerce atau online ya. Jadi tinggal milih aja, pelaku usaha atau yang belanja," katanya saat konferensi pers, Rabu (27/9/2023).
Zulhas juga menegaskan TikTok Shop hanya dapat melakukan promosi dan iklan melalui platformnya.
Sehingga, TikTok Shop diminta agar segera mengurus perizinan baru.
Baca juga: Pemerintah Apresiasi TikTok Telah Mematuhi Regulasi di Indonesia dengan Menutup Layanan Dagang
Di sisi lain, bagi pihak yang tidak mematuhi izin, maka ada ancaman sanksi pecabutan izin.
"Kalau tidak, ya dicabut izinnya. Kan harus jelas, tegas agar sekali lagi tujuan pemerintah itu untuk terjadi sinergi ekosistem yang positif di bidang ini, jangan sampai ada usaha tetapi membuat resah," tuturnya.
Sebagai informasi, Permendag 31 Tahun 2023 mengatur beberapa aspek terkait perdagangan elektronik seperti pemisahan antara medsos dengan social commerce.
Kemudian adapula penetapan harga minimum sebesar 100 dolar AS per unit untuk barang jadi asal luar negeri yang langsung dijual oleh pedagang ke Indonesia melalui platform e-commerce lintas negara.
Selain itu, adapula aturan terkait Positive List atau daftar barang asal luar negeri yang diperbolehkan langsung masuk ke Indonesia lewat e-commerce.
Lalu, ada larangan lokapasar dan sosial commerce untuk bertindak sebagai produsen dan larangan penguasaan data oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dan Afiliasi.
Sementara, kewajiban PPMSE adalah memastikan tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data penggunanya untuk dimanfaatkan oleh PPMSE atau perusahaan afiliasi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)