MTI: Pentingnya Pemerintah Menghidupkan Akses Transportasi Umum ke Kawasan Hunian
Beban masyarakat, khususnya generasi muda, saat ini cukup berat dalam menjangkau hunian.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
"Alhasil, setiap warga apalagi kaum milenial yang akan memiliki rumah tinggal, selain harus menyisihkan dari gaji bulanan untuk mengangsur kepemilikan rumah juga disisihkan pula untuk mengangsur kepemilikan kendaraan bermotor," ujar Djoko.
Tentunya akan menjadi beban pada penghasilan keluarga, apalagi penghasilan yang didapat hanya sebatas UMK. Ongkos belanja bertransportasi masyarakat di Indonesia, rata-rata masih di atas 25 persen dari pendapatan tetap setiap bulannya.
Sementara di banyak negara sudah bisa ditekan di bawah 10 persen (standar Bank Dunia), bahkan di Singapura 3 persen, Paris 3 persen, Beijing 7 persen.
MTI mencatat sekitar lebih dari 95 persen kawasan perumahan di Bodetabek tidak memiliki akses layanan transportasi umum.
Sekarang, setiap membangun kawasan permukiman selalu tidak wajib disertai layanan transportasi umum. Idealnya, warga berjalan kaki tidak lebih dari 500 meter bisa menemukan halte bus, terminal bus, atau stasiun kereta.
"Hal inilah yang menyebabkan Jakarta tidak pernah bisa melawan kemacetan lalu lintas. meski sudah ratusan rute bus Transjakarta dan Jak lingko dibangun, namun tidak mampu mengatasi kemacetan dan polusi udara," ucap Djoko.
Hal yang sama juga terjadi di kawasan perkotaan lainnya di Indonesia, selain Jabodetabek. Terlebih serbuan tawaran mendapatkan sepeda motor yang kian mudan dan murah, menyebabkan masyarakat lebih tertarik memakai sepeda motor untuk bermobilitas.
Sepeda motor, baik kendaraan pribadi maupun ojek daring, kian menjadi pilihan transportasi masyarakat karena cenderung lebih gesit dan mendapat subsidi bahan bakar minyak (BBM) dari pemerintah. Padahal, tingkat kecelakaan sepeda motor mendominasi angka kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan data olahan Integrasi Sistem Pendataan Laka Lantas Online (IRSMS) 2021, tingkat presentasi fatalitas kecelakaan lalu lintas selama tahun 2020 didominasi oleh sepeda motor, yaitu sebesar 81 persen.
Sementara, kecelakaan kendaraan beroda empat sebesar 8 persen; truk sebesar 7 persen; sepeda 2 persen; sedangkan kendaraan lain seperti becak, cikar/delman, bajaj/bemo/bentor, kendaraan alat berat, dan kereta api sebesar 1 persen.
Dari data Kepolisian Negara Republik Indonesia, jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas tahun 2020 mencapai 23.529 jiwa atau setara dengan tiga jiwa meninggal dunia per jam.
Berdasarkan kategori usia, korban meninggal dunia didominasi usia produktif dengan kategori usia 15-34 tahun dan di posisi kedua adalah kategori usia 35-60 tahun.
Sementara data tahun 2022, terjadi 137.000 kecelakaan lalu lintas dengan 27.000 meninggal dunia. Sebanyak 70 persen melibatkan kendaraan roda dua atau sepeda motor. Kelompok usia 15 1- 9 tahun yang paling banyak terlibat.
Dilihat dari sisi ekonomi, hal ini memberikan dampak kerugian yang cukup tinggi di tingkat perekonomian keluarga. Semakin tinggi usia produktif meninggal dunia yang kemungkinan besar adalah tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah, maka semakin meningkat pula jumlah keluarga yang rentan terhadap kemiskinan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia