Dugaan Beras Sintetis yang Bikin Warga Bukittinggi Sakit Sedang Diuji di Laboratorium
Jika memang penyebabnya dari beras yang diduga sintetis, tentunya akan lebih banyak orang yang terkena dampaknya.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkapkan, saat ini isu mengenai adanya beras berbahan plastik atau beras sintetis yang dikonsumsi masyarakat sedang dalam proses investigasi.
Deputi Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Bapanas Andriko Noto Susanto mengatakan, investigasi sedang dalam tahap uji laboratorium terhadap sample beras yang dikonsumsi.
Adapun dugaan awal terkait beras sintetis ini pertama kali muncul di Bukittingi, Sumatera Barat, di mana ada salah seorang warga mengakui sakit usai mengonsumsi beras yang diduga sintetis.
Baca juga: Update Harga Pangan di Jabodetabek, 10 Oktober: Beras, Gula, Minyak, Telur dan Bawang Relatif Stabil
“Ini harus dilihat apakah ada bahan lain yang dikonsumsi selain beras dan apakah semua yang mengonsumsi juga mengalami gejala yang sama," kata Andriko dalam keterangannya, Rabu (11/10/2023).
Dia bilang, kasus ini tidak bisa digeneralisir. Sebab, jika memang penyebabnya dari beras yang diduga sintetis, tentunya akan lebih banyak orang yang terkena dampaknya.
Sehingga, Andriko memastikan pihaknya akan fokus ke kasus keracunan tersebut.
Terkait kasus di Bukittinggi, ia mengatakan saat ini Dinas Pertanian dan Pangan Kota Bukittingi selaku OKKPD (Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah) bersama Satgas Pangan telah mengambil tindakan dengan turun langsung ke lokasi untuk meminta keterangan dan mengumpulkan bukti.
Guna membuktikan kasus ini, Andriko mengatakan saat ini sample beras yang diduga sintetis tersebut sudah diambil dan dikirimkan ke laboratorium yang terkreditasi untuk proses uji lab.
“Untuk memastikan apakah sebab sakitnya akibat mengonsumi beras tersebut, maka harus dilakukan pengecekan kebenarannya. Apakah itu beras benar sintetis sehingga mengganggu kesehatan," ujarnya.
Ia mengatakan, untuk validasinya harus dilakukan pengujian profil plastik yang dikandung terhadap sampel beras yang sama dengan yang dikonsumsi saat itu.
Baca juga: Ekonom Sebut Harga BBM dan Beras Bakal Melonjak Imbas Perang Hamas Vs Israel, Ini Indikatornya
Andriko pun menegaskan jika penjaminan keamanan pangan segar di peredaran merupakan salah satu fokus dari kewenangan Bapanas selaku OKKP Pusat (OKKPP) bersama dengan Dinas Pangan di seluruh Provinsi selaku OKKP Daerah (OKKPD) yang secara intensif terus dilakukan yang bersinergi dengan satgas pangan.
“Pengawasan keamanan dan mutu PSAT di peredaran baik pre-market maupun post-market dilakukan oleh OKKPP dan OKKPD untuk menjamin pemenuhan standar keamanan dan mutu pangan, yaitu residu pestisida, logam berat, mikotiksin, dan cemaran mirobiologi," kata Andriko.
"Penjaminan keamanan dan mutu pangan ini dilakukan melalui registrasi izin edar dan sertifikasi penerapan penanganan yang baik (SPPB), termasuk jaminan atas kebenaran informasi terkait keamanan pangan yang beredar di masyarakat ungkapnya," lanjutnya.
Isu Beras Sintetis
Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menegaskan bahwa isu beras sintetis rentan dihembuskan di tengah upaya pemerintah melakukan stabilisasi pasokan dan harga beras dengan menggencarkan Gerakan Pangan Murah (GPM), bantuan pangan beras, dan operasi pasar Bulog.
Maka dari itu, selain melakukan tindakan pengujian ilmiah terhadap sampel beras melalui Otoritas Kompeten Keamanan Pangan (OKKP) di bawah Badan Pangan Nasional, Arief juga meminta satgas pangan untuk melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pihak-pihak yang terbukti menyebarkan berita hoax mengenai beras sintetis ini.
“Sekarang kalau ada beras sintetis, satgas pangan investigasi dan jika memang terbukti bersalah, perlu diproses secara hukum, sehingga masyarakat tenang dan mendapat kejelasan mengenai masalah ini," kata Arief.
Ia juga mengimbau seluruh masyarakat agar lebih cermat memilih produk pangan yang aman dan membaca label serta tidak mudah terprovokasi dengan isu keamanan pangan yang belum pasti kebenarannya.