Hilirisasi Investasi Migas Rp 14,9 Triliun, Menteri Bahlil: Menurut Saya Masih Kurang
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, hilirisasi minyak dan gas (Migas) perlu terus didorong.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, hilirisasi minyak dan gas (Migas) perlu terus didorong. Meskipun nilai investasinya sudah mencapai Rp 14,9 triliun di kuartal III tahun 2023.
Sebab menurut Bahlil, dari capaian investasi tersebut Indonesia justru masih melakukan impor Liquified Petroleum Gas (LPG) sebesar 7 juta ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Baca juga: Sukseskan Agenda Penanaman Modal, UMKM Didorong Ikut Agenda Hilirisasi Nasional
"Minyak dan gas Rp 14,9 triliun. Menurut saya ini masih kurang. Kita harus dorong untuk metanol, etanol, LPG karena kita masih impor 7 juta ton per tahun subsidi. Diperkirakan untuk gas LPG tahun ini bisa mencapai tembus hampir Rp 100 triliun," ujar Bahlil saat Konferensi Pers Realisasi Investasi Triwulan III, Jumat (20/10/2023).
Selain itu, Bahlil juga menyatakan bahwa pemerintah perlu mencari alternatif untuk membangun industri minyak dan gas khususnya dalam memenuhi kebutuhan LPG agar tidak impor lagi. Dia bilang, Kementerian Investasi akan melakukan koordinasi dengan Pertamina untuk menindaklanjuti hal tersebut.
"Ini enggak mungkin Industri kita maju, kita akan dorong, kita akan bicarakan sama Pertamina kalau tidak ya kita membuka opsi untuk yang lain juga bisa mengadakan. Jangan monopoli tapi mahal untuk apa," ucap dia.
"Negara ini jangan rakyat yang dikorbankan, artinya kalo kita bisa mendapatkan harga setahun lebih murah kenapa tidak atau karena ini subsidi kan. LPG itu subsidi padahal kita punya gas banyak," imbuhnya.
Adapun berdasarkan data Kementerian Investasi, realisasi investasi di bidang hilirisasi pada kuartal III 2023 mencapai Rp 114,6 triliun.
Terbesar di sektor Mineral mencapai Rp 64,7 triliun terdiri dari Nikel Rp 41,3 triliun, Tembaga Rp 19,8 triliun dan Bauksit Rp 3,6 triliun.
Posisi kedua, yaitu sektor Kehutanan sebesar Rp 17,5 triliun, sektor Minyak dan Gas Rp 14,9 triliun, sektor Pertanian Rp 13,7 triliun dan sektor Ekosistem Kendaraan Listrik Rp 3,8 triliun.