Pakar Sebut Tiga Hal Ini Jadi Hambatan Pengembangan Panas Bumi di Indonesia
Pemerintah perlu terus memperbaiki iklim usaha panas bumi di tanah air, mengingat target capaian net zero emission Indonesia pada tahun 2060.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pengamat energi UGM Fahmi Radhi membeberkan tiga masalah yang menjadi penghambat pemanfaatan panas bumi di Indonesia.
Padahal, potensi cadangan panas bumi di Indonesia merupakan yang terbesar ketiga di Indonesia.
"Tetapi, memang belum optimal dimanfaatkan, saya mengamati ada beberapa hambatan," ujar Fahmi, Senin (23/10/2023).
Baca juga: Wapres Minta Pemanfaatan Panas Bumi Tidak Timbulkan Kerusakan Hutan
Fahmi menjelaskan bahwa hambatan itu yang pertama adalah perizinan. Meski pemerintah telah menetapkan perizinan satu pintu, tetapi fakta lapangan memperlihatkan masih ada berbagai kendala.
Terutama terkait dengan pembebasan lahan, padahal kebanyakan proyek PLTP adalah proyek strategis nasional (PSN) yg diatur pembebasan lahannya lewat UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Kemudian, yang kedua, hambatan dari segi infrastruktur.
Fahmi menguraikan bahwa biasanya panas bumi berada di daerah pegunungan, hutan, dan area terpencil. Namun, tidak ada akses yang baik untuk menuju ke wilayah tersebut.
"Beberapa investor membangun sendiri operasionalnya. Jadi, besar di sana sehingga kurang nilai keekonomiannya," ucap Fahmi.
Fahmi melanjutkan yang ketiga adalah risiko eksplorasi panas bumi cukup tinggi.
"Risiko tidak memperolehnya ada, meski pun secara geologis ada sumber dayanya tetapi ternyata setelah dilakukan eksplorasi tidak seperti yang diperhuitungkan dan itu menyebabkan belum dimanfaatkan secara optimal," bebernya.
Oleh karena itu, setidaknya dukungan pemerintah dibutuhkan untuk mengurai masalah tersebut.
"Karena jenis usahanya termasuk berisiko tinggi, maka Pemerintah sangat disarankan untuk memberikan insentif seperti tax holiday dan lainnya," ucap Fahmi.
Tak hanya itu, Fahmi menyebut tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi di fase awal proyek terkadang membuat calon investor berfikir ulang.