Produsen Makanan-Minuman Ancang-ancang Naikkan Harga Antisipasi Rupiah yang Terus Melemah
Produsen F&B akan menaikkan harga jual produknya untuk mengantisipasi tren terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Produsen makanan dan minuman (mamin) di Tanah Air berancang-ancang menaikkan harga jual produknya untuk mengantisipasi tren terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belakangan ini.
Nilai tukar rupiah saat ini memang terus melemah hingga mendekati level Rp 16.000 per dolar AS. Pada perdagangan Selasa (24/10/2023), kurs rupiah terhadap dolar AS di situs Bloomberg berada di level Rp 15.849 per dolar AS.
Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman, pelemahan kurs rupiah jelas merugikan bagi produsen mamin. Ini mengingat masih banyak bahan baku industri mamin nasional yang harus diimpor dari luar negeri.
Pelemahan rupiah juga menjadi pukulan berikutnya bagi industri mamin lantaran sektor ini juga terpapar dampak kenaikan harga dan keterbatasan pasokan gula rafinasi.
Kondisi ini mengakibatkan biaya terkait produksi, energi, dan logistik para pelaku industri mamin membengkak dalam beberapa waktu terakhir. "Biaya transportasi untuk ekspor dan impor tentu ikut naik karena itu pakai dollar AS," tukas Adhi, Selasa (24/10/2023).
Bagi para produsen mamin kelas kakap, mereka umumnya sudah punya proyeksi jangka panjang terhadap dampak pelemahan kurs rupiah. Kalaupun produsen besar hendak menaikkan harga jual produknya, secara historis langkah tersebut baru akan dilakukan pada akhir atau awal tahun.
Selama penyesuaian harga belum terjadi, pihak produsen mau tidak mau harus menanggung penurunan margin laba.
Baca juga: Rupiah Diprediksi Terus Melemah ke Level Rp 16.000, Sejumlah Sektor Akan Terdampak
Selain itu, sebelum menyesuaikan harga, tentu para produsen mamin besar harus bernegosiasi dengan pihak distributor dan ritel.
"Kami juga berusaha mencari alternatif bahan baku yang tidak terlalu terdampak oleh pelemahan rupiah," ujar Adhi.
Di sisi lain, produsen mamin kecil cenderung lebih rentan terpapar oleh efek pelemahan rupiah dan tidak bisa berlama-lama mengurangi marginnya. Akibatnya, mereka lebih cepat dalam mengambil keputusan untuk menaikkan harga jual ke konsumen.
Baca juga: Rupiah Ambles Nyaris Rp 16.000, Kadin Ingatkan Agar Timses Capres Tak Bikin Gaduh
Alternatif lainnya adalah produsen tersebut akan mengubah ukuran produk atau kemasan yang dijual ke pasar sebagai upaya efisiensi biaya pengeluaran.
Gapmmi tentu berharap kurs rupiah bisa kembali stabil atau bahkan menguat di bawah Rp 15.000 per dolar AS. Dengan begitu, para produsen mamin akan lebih mudah dalam melakukan perencanaan bisnis dan meningkatkan kinerjanya pada masa mendatang.
Laporan reporter Dimas Andi | Sumber: Kontan