Menteri Teten: RUU Perkoperasian Krusial Disahkan Demi Perbaiki Ekosistem
Peningkatan standar tata kelola agar mendorong koperasi di Indonesia memiliki standar yang baik.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Daryono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) Teten Masduki berharap Rancangan Undang-Undang Perkoperasian dapat segera disahkan DPR. RUU ini akan menjadi perubahan ketiga dari UU Nomor 25 Tahun 1992.
Menurut Teten, RUU Perkoperasian krusial perlu segera dibahas dan disahkan guna memperbaiki ekosistem koperasi di Indonesia seiring dalam menghadapi tantangan perkembangan zaman.
Hal ini sesuai draf RUU Perkoperasian yang dibuat Kemenkop UKM, bahwa perubahan kondisi masyarakat yang berkembang pada aspek ekonomi, teknologi, sosial, dan budaya secara global memerlukan kebijakan perkoperasian yang adaptif dalam rangka membangun koperasi yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh.
"RUU ini sangat krusial untuk memperbaiki ekosistem usaha koperasi dan memberikan perlindungan terhadap anggota serta masyarakat," kata Teten saat webinar 'Urgensi RUU Koperasi dalam Menghadapi Perubahan Ekonomi' Rabu (25/10/2023).
Baca juga: Koperasi Maju Gelar Maju Festival, Bantu UMKM Naik Kelas hingga Tingkatkan Kapasitas
Teten menyebut bahwa RUU Perkoperasian terbaru ini akan menjadi solusi sistematik dan jangka panjang guna membangun koperasi Indonesia yang mandiri dan kuat.
Adapun terdapat 7 poin dalam perubahan ketiga UU Nomor 25 Tahun 1992 ini.
Meliputi, peneguhan identitas koperasi dengan mengadaptasi akar koperasi dari International Cooperative Alliance (1995) yang diharmonisasikan dengan karakter Indonesia dalam bentuk asas kekeluargaan dan gotong royong.
RUU Perkoperasian juga memodernisasi kelembagaan koperasi dengan melakukan pembaruan pada ketentuan keanggotaan, perangkat organisasi, modal, serta usaha.
Kemudian, peningkatan standar tata kelola agar mendorong koperasi di Indonesia memiliki standar yang baik.
RUU Perkoperasian akan meluaskan lapangan usaha koperasi, dengan menghapus penjenisan koperasi.
Kemudian pengarusutamaan koperasi sektor riil, affirmative action ini dilakukan agar koperasi sektor riil dapat menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat, serta peningkatan perlindungan kepada anggota dan atau masyarakat.
"Hal ini dilakukan dengan mengusulkan pendirian dua pilar lembaga. Lembaga Pengawas Simpan Pinjam Koperasi dan Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi. Dengan pendirian dua lembaga tersebut, membuktikan negara hadir dalam melindungi kepentingan anggota, koperasi dan masyarakat pada umumnya," kata Teten.
Baca juga: Gandeng Produsen Susu, Pemerintah Dorong Ekosistem Sapi Perah Berbasis Koperasi
Poin terakhir yakni peningkatan kepastian hukum, dengan mengatur ketentuan sanksi administratif dan pidana.
Sebagai informasi, selepas Indonesia merdeka, regulasi perkoperasian terus berubah mengikuti perkembangan zaman.
Dimulai dari UU Pokok Koperasi Tahun 1967, kemudian disempurnakan dalam UU Nomor 25 Tahun 1992. Setelah reformasi, kembali dilakukan pembaruan dengan penerbitan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Namun beleid terakhir ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di tahun 2014, sehingga kembali lagi kepada peraturan lama yaitu UU Nomor 25 Tahun 1992.
Era digital ditambah berbagai kasus di sektor perkoperasian yang terjadi beberapa tahun terakhir, perlu disikapi dengan segera, seturut UU Nomor 25 Tahun 1992 sudah tidak relevan.
Karena itu, RUU Perkoperasian terbaru yang menguat di tahun 2022 menjadi harapan agar semangat koperasi yang dicetuskan Bung Hatta kembali mewujud. (*)