Antisipasi Depresiasi Rupiah, Penyerapan Pasar Domestik Perlu Digenjot
Melemahnya nilai tukar atau disebut depresiasi rupiah yang sempat tembus di angka Rp 16.000 terhadap dolar AS, tentu berdampak pada sektor manufaktur
Penulis: Lita Febriani
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melemahnya nilai tukar atau disebut depresiasi rupiah yang sempat tembus di angka Rp 16.000 terhadap dolar AS, tentu berdampak pada sektor manufaktur dalam negeri.
Depresiasi rupiah membuat kenaikan bahan baku sekaligus kenaikan biaya impor, ditambah oleh kenaikan suku bunga pinjaman perbankan bagi sektor manufaktur.
Baca juga: Motif Kasus Subang Makin Jelas, Perebutan Yayasan yang Terima BOS Miliaran Rupiah
Bank Indonesia baru-baru ini menaikkan suku bunga acuan di level 6 persen, dari angka 5,75 persen yang bertahan sejak Januari 2023.
Kondisi ini mendorong industri manufaktur untuk menghitung ulang biaya produksi. Sebagian industri memangkas margin keuntungan untuk menanggung beban biaya produksi.
Selain itu, langkah yang diambil para pelaku industri dengan skala yang lebih kecil terpaksa melakukan penyesuaian harga akibat semakin meningkatnya harga bahan baku dan biaya produksi.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, menyampaikan langkah utama yang perlu dilakukan untuk mendukung sektor industri dalam negeri agar tetap mampu produktif dan berdaya saing dalam situasi saat ini adalah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri.
"Selain meningkatkan penguasaan produk dalam negeri di pasar domestik, belanja produk dalam negeri juga mampu menurunkan impor yang dapat berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah," tutur Agus akhir pekan lalu.
Kemenperin mendorong realisasi komitmen belanja Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah maupun BUMN tahun 2023 sebesar Rp 1.157,47 triliun. Saat ini, rata-rata realisasi anggaran nasional mencapai 66,78 persen (per 23 Oktober 2023).
Baca juga: Rupiah Sempat Melemah, Daihatsu Tak Akan Naikkan Harga Mobil
Untuk mendukung hal ini, Kemenperin melakukan berbagai terobosan, misalnya digitalisasi proses sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Hal ini untuk mendukung penggunaan produk dalam negeri secara merata dan optimal di seluruh kalangan Masyarakat.
"Dengan percepatan proses sertifikasi TKDN, termasuk juga bagi industri kecil dengan menerapkan self-assessment, kami ingin agar produk dalam negeri dapat makin cepat terserap dalam program pengadaan barang dan jasa," terang Agus.