Pemerintah Genjot Hilirisasi Industri Baja, Sektor Logam Tumbuh 11,49 Persen
Sektor logam tumbuh 11,49 persen di triwulan II 2023 atau tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5,7 persen.
Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong hilirisasi industri guna meningkatkan kinerja sektor industri manufaktur Tanah Air.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengungkapkan, di sektor industri baja, hilirisasi juga terus didorong guna membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dia mengatakan, dilihat dari pertumbuhan ekonomi triwulan kedua tahun 2023, sektor logam tumbuh 11,49 persen, angka ini tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5,7 persen.
"Jadi ini adalah potret bahwa industri baja kita bisa tumbuh lebih tinggi lagi. Kita pernah tumbuh sampai 20 persen. Kini dengan hadirnya investasi di sektor hilir, ini akan menumbuhkan kapasitas dan kontinuitas produk yang dapat menjadi bagian dari substitusi impor,” terang Taufiek saat meresmikan pabrik pewarnaan baja lapis PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group) di Sadang, Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (25/10/2023).
Taufiek menerangkan, hilirisasi membutuhkan inovasi dari para pelaku usaha menumbuhkan kapasitas dan kontinuitas produk yang bisa diterima masyarakat sehingga bisa menjadi bagian dari substitusi impor.
Karena itu pihaknya sangat mengapresiasi PT Tata Metal Lestari yang terus melakukan inovasi dari hulu hingga hilir sehingga produk-produknya memiliki nilai tambah bagi perusahaan, pelaku usaha lain dan masyarakat sekitar.
“Pelapisan warna atau colour coating line pada baja lapis produksi PT Tata Metal Lestari ini pasarnya saya lihat cukup besar karena banyak kelebihannya. Contohnya jadi lebih tahan cuaca ekstrim, dan tentunya jadi lebih tahan lama. Dan ini contoh. Kami juga akan mendorong agar industri di sektor baja lain juga bisa mengikutinya,” ujarnya.
Taufiek menambahkan, pemerintah sudah menyiapkan berbagai instrumen untuk membantu penyerapan produk hilirisasi industri terutama untuk produk dengan TKDN 65 persen seperti produk yang dihasilkan PT Tata Metal Lestari ini.
Baca juga: Industri Logam Nasional Tumbuh 7,9 Persen YoY di Kuartal I 2022
Taufiek menjelaskan, pembangunan di Indonesia harus diisi dengan produk-produk dalam negeri. Untuk itu sudah menjadi bagian dari kebijakan Kemenperin untuk terus mendorong kebijakan-kebijakan yang berpihak pada industri dalam negeri seperti kebijakan sertifikat industri hijau, SNI, dan lain-lain.
Sesuai arahan Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, industri besi dan baja diminta menjadi contoh dalam menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan dan berperan aktif dalam meminimalkan dampak lingkungan dalam tumbuh kembangnya.
Taufiek menyebut, sektor industri ditargetkan dapat mencapai netralitas karbon atau Net Zero Emissions (NZE) pada 2050. Target tersebut dipercepat dari target NZE nasional pada 2060. Dan Industri baja menjadi salah satu sektor yang cukup diperhatikan dalam rencana dekarbonisasi ini.
Baca juga: Hilirisasi Industri Baja Meningkat, Industri Logam Tumbuh Pesat
“Tantangan pada industri baja ke depan tidak akan mudah. Artinya ke depan kita akan mengejar target Net Zero Emissions. Pemerintah sudah mencanangkan 2060 yang kemudian dipercepat menjadi 2050. Dengan begitu harapannya agar industri baja bisa bertransformasi," ujarnya.
"Transformasi ini butuh teknologi, perlu kekuatan, dan skill dari sumber daya manusia untuk bisa mengikutinya. Ini tentu akan terus kita dorong agar terealisasi target-target itu,” kata dia.
Pihaknya mengapresiasi prinsip-prinsip industri hijau yang selama ini telah diterapkan PT Tata Metal Lestari dan mengapresiasi investasi PT Tata Metal Lestari yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan pada pabrik baru mereka.
Hal ini dibuktikan dengan penggunaan mesin-mesin berteknologi canggih yang ramah lingkungan, pemanfaatan energi bertenaga surya untuk pengoperasian, dan pengelolaan limbah yang bijak hingga meminimalisir dampak lingkungan.
Vice President PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group), Stephanus Koeswandi menjelaskan, peresmian pabrik colour coating line kali ini merupakan bagian dari project yang ia beri nama phoenix project.
Nama Phoenix Project diambil sebagai filosofi karena burung phoenix merupakan lambang kebangkitan dan diharapkan membantu bangkitnya perekonomian Indonesia pasca pandemi covid 19 beberapa waktu lalu.
Phoenix Project terbagi dalam 3 fase. Pada fase pertama, pihaknya menginvestasikan dana hingga Rp 1,5 triliun untuk membangun pabrik pewarnaan baja lapis yang sudah ramah lingkungan.
Dengan beroperasinya pabrik tersebut diharapkan mampu menimbulkan multiplier effect pada para pelaku UMKM, IKM, rumah tangga di sekitar lokasi, hingga industri lain, khususnya industri roll forming di Indonesia sehingga mereka bisa mendapatkan akses ke bahan baku yang baik dan berkualitas.
“Phoenix Project ini terbagi menjadi 3 fase. Pada fase pertama ini, kami meresmikan pabrik colour coating line dengan mesin paling mutakhir produksi ukraina yang dapat memproduksi 95 ribu ton baja lapis warna per tahun," ujarnya.
Colour coating line merupakan proses pewarnaan atau proses lanjutan khususnya untuk mendukung program pemerintah pada hilirisasi pada industri baja yang dapat memberikan nilai tambah yang sangat besar bagi banyak pihak mulai dari UMKM, IKM, hingga industri roll forming tanah air.
Stephanus menambahkan, sebelumnya di tahun 2019 pabrik pertama Tata Metal Lestari sudah melakukan pelapisan dari aluminium seng dan zinc. Kemudian proses selanjutnya diberikan pewarnaan yang memang memberikan nilai tambah yang lebih besar lagi.
Peluang hilirisasi untuk BjLAS warna ini pabriknya memang belum banyak. Untuk itu harapannya produk akhirnya nanti bisa menjadi substitusi impor.
Terkait penerapan industri hijau Stephanus menerangkan, Tatalogam Group selama ini selalu mengarusutamakan industri hijau dalam kegiatan produksi mereka. Ia menjelaskan, selama ini ada 3 pilar yang diusung dan diterapkan dalam perusahaan yang ia pimpin.
Ketiga pilar itu adalah zero emissions, waste manajemen, dan yang terakhir penggunaan energy yang lebih bijak. Ketiga pilar ini juga diterapkan dalam Phoenix Project ini.