Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Beri Kemudahan bagi Wajib Pajak, Kemenkeu Siap Lakukan Reformasi Perpajakan dengan Implementasi CTAS

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus konsisten melakukan reformasi perpajakan. Pada tahun 2024 nanti, Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Pajak akan

Penulis: Matheus Elmerio Manalu
Editor: Content Writer
zoom-in Beri Kemudahan bagi Wajib Pajak, Kemenkeu Siap Lakukan Reformasi Perpajakan dengan Implementasi CTAS
Istimewa
Core Tax Administration System (CTAS). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus konsisten melakukan reformasi perpajakan. Pada tahun 2024 nanti, Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Pajak akan mengimplementasikan sebuah sistem perpajakan yang setara dengan negara maju, yakni Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau yang lebih dikenal dengan Core Tax Administration System (CTAS). 

Pajak sendiri memang merupakan salah satu komponen APBN yang memiliki kontribusi terbesar dalam penerimaan negara. Jadi, bisa dibilang, dengan penerimaan pajak yang optimal, APBN dapat bekerja secara maksimal untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. 

Jika berbicara soal penerimaan perpajakan, secara total pada 2024 diperkirakan mencapai Rp2,309,9 triliun dalam APBN 2024, yang mengalami peningkatan dari target APBN 2023 sebesar Rp2021,2 triliun. 

Kebijakan Perpajakan Tahun 2024 diarahkan untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar terus berjalan di tengah berbagai tantangan. Salah satu strategi untuk mencapai target penerimaan dimaksud adalah dengan terus melanjutkan reformasi pajak sejatinya sudah dimulai sejak tahun 1983. Pada saat itu sistem official assessment berubah menjadi self assessment. Kemudian, perbaikan terus-menerus dilakukan, baik dari sisi administrasi maupun regulasi. 

Baca juga: Kemenkeu Tetapkan Arah Kebijakan PNBP 2024 untuk Jaga Kelestarian Lingkungan dan Kualitas Pelayanan

Reformasi Perpajakan Jilid III

Dimulai sejak Reformasi Perpajakan III sejak tahun 2016, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah mengimplementasikan Reformasi Perpajakan Jilid III. 

Reformasi perpajakan itu bertujuan untuk mengoptimalisasi penerimaan pajak dengan mengusung lima pilar, yaitu penguatan organisasi, peningkatan kualitas SDM, perbaikan proses bisnis, pembaruan sistem informasi dan basis data, serta penyempurnaan regulasi.

Berita Rekomendasi

Hasil dari transformasi ini dapat dilihat dalam bentuk Undang-Undang Cipta Kerja dan Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Melalui undang-undang tersebut, DJP menyempurnakan beberapa regulasi perpajakan seperti integrasi NIK NPWP, perluasan bracket tarif Pajak Penghasilan orang pribadi, dan pemberian penghasilan tidak kena pajak untuk UMKM. 

Tidak hanya itu, DJP juga menata ulang perlakuan pajak atas natura, menyesuaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), mengatur PPN dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, mengenalkan pajak karbon, hingga meluncurkan Program Pengungkapan Sukarela. 

Sedangkan di sisi pengawasan, DJP telah melakukan reorganisasi dengan membentuk KPP Madya baru dan KPP Pratama berbasis pengawasan strategis dan kewilayahan.

Penerapan teknologi informasi untuk mudahkan wajib pajak

Sebagai organisasi yang dinamis, senantiasa bertumbuh mengikuti laju zaman, dan memperbaiki diri secara berkelanjutan, DJP melakukan perubahan dan perbaikanlah agar institusi ini dapat lebih andal dan sigap dalam melaksanakan tugas mengumpulkan penerimaan. Perubahan inilah yang menjadi inti dari Reformasi Perpajakan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dwi Astuti menyampaikan, Reformasi Perpajakan ini dilakukan secara simultan, tidak hanya berorientasi ke dalam (internal DJP), tetapi juga keluar (eksternal). Artinya, reformasi tidak hanya tentang bagaimana DJP memenuhi target penerimaan, tetapi juga tentang meningkatkan layanan kepada wajib pajak. 

“Hal itulah yang kami coba susun dengan menetapkan 10 Business Direction dalam Core Tax Administration System (CTAS). Business Direction tersebut di antaranya, digitized and automated process, data and knowledge driven, risk-based compliance approach, dan omnichannel and borderless service,” ujar Dwi.

Baca juga: APBN 2024 akan Perkuat Kinerja Logistik Nasional untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Dengan adanya Reformasi Perpajakan, Dwi meyakini bahwa DJP telah menjadi salah satu institusi pemerintah yang paling maju dan modern dalam menerapkan teknologi informasi untuk menjawab kebutuhan zaman. 

Penerapan teknologi informasi ini juga tampak lewat metode yang digunakan DJP untuk berinteraksi dengan wajib pajak, yaitu dengan mengedepankan 3C (Click, Call, Counter). Ini adalah salah satu bukti nyata bahwa DJP sangat bersahabat dengan perkembangan teknologi informasi. 

DJP terus berupaya memudahkan wajib pajak untuk mendapatkan akses layanan dan informasi perpajakan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengimplementasikan dalam beberapa layanan perpajakan yang telah diluncurkan. Layanan terbaru tersebut diantaranya aplikasi Renjani (Relawan Pajak untuk Negeri), chat-bot dan WA-bot khusus UMKM, serta pengembangan akses informasi melalui pengembangan Web Edukasi Perpajakan.

Situs web edukasi perpajakan sebenarnya bukanlah hal baru. Namun, karena materi dalam situs web yang sebelumnya masih terlalu tersegmentasi dan hanya berfokus pada pendidikan formal, DJP perlu melakukan pengkinian untuk menarik minat dan memudahkan wajib pajak menjelajahi situs web edukasi pajak. 

Pada situs web tersebut ada enam modul utama program edukasi, yakni inklusi kesadaran pajak, aplikasi Renjani, ruang belajar pajak, anjangsana edukasi, kunjung perpustakaan DJP, dan modul business development service (BDS). Serta satu modul lainnya masih dikembangkan, yaitu modul anak usia dini.

Selain itu, aplikasi lain yang telah diluncurkan adalah chat-bot DJP. Chat-bot ini adalah virtual assistant berbasis kecerdasan buatan yang dapat diakses melalui www.pajak.go.id. Virtual assistant yang diberi nama Fiska dan Fisko dapat digunakan secara mudah dan cepat dalam waktu 24 jam dan 7 hari dalam seminggu.  

Fiska dan Fisko bisa digunakan untuk beberapa informasi utama, seperti NPWP, lupa EFIN, pelaporan SPT, pemadanan NIK-NPWP, dan lain-lain. Untuk pertanyaan-pertanyaan yang lebih kompleks, wajib pajak juga tetap dapat terhubung dengan petugas live chat dengan mengetik 1500200 di kolom chat pada jam kerja yaitu Senin-Jumat pukul 08.00 sampai dengan 16.00 WIB.

Khusus untuk wajib pajak UMKM, DJP juga telah menyiapkan WA-bot khusus yang dapat memberikan layanan informasi perpajakan daring melalui media Whatsapp dengan nomor seluler 08115615008. WA-bot ini akan menjawab pertanyaan secara otomatis, tanpa melalui agen. 

Melalui WA-bot ini, wajib pajak UMKM dapat mengakses informasi NPWP, perubahan data, pajak penghasilan, UMKM dalam perpajakan, dan lain sebagainya. Fitur baru seperti WA-bot dan chat-bot di pajak.go.id ini telah mengidentifikasi lebih dari 600 layanan administrasi DJP.  

Baca juga: Kemenkeu Tetapkan Arah Kebijakan PNBP 2024 untuk Jaga Kelestarian Lingkungan dan Kualitas Pelayanan

Reformasi Perpajakan dengan CTAS

Ke depan, peran pajak akan menjadi semakin strategis dalam mendukung kebijakan pemerintah di tengah kondisi nasional dan global yang semakin menantang. Dengan telah digariskannya arah kebijakan nasional untuk menjaga perekonomian Indonesia sebagai upper middle income country dan bahkan mulai mempersiapkan diri untuk melangkah menuju high income country, negara memerlukan sumber pendanaan lebih banyak yang harus dipenuhi melalui pengumpulan pajak secara berkesinambungan.

Meskipun Indonesia belum sampai menjadi high income country, namun banyak perubahan besar dan signifikan yang telah dilakukan oleh DJP Kementerian Keuangan untuk meningkatkan layanan kepada wajib pajak khususnya dan seluruh masyarakat pada umumnya. 

Kementerian Keuangan juga telah menggulirkan beberapa kebijakan yang memberikan kemudahan kepada wajib pajak, antara lain pemberian restitusi bagi wajib pajak tertentu yang semakin dipercepat hanya melalui penelitian, penerbitan Surat Keterangan Bebas secara otomatis dengan prinsip trust and verify, serta pengaturan baru terkait natura yang lebih berkeadilan bagi pemberi kerja maupun bagi penerima penghasilan.

Pada pertengahan tahun 2024, Sistem Inti Administrasi Perpajakan/Core Tax Administration System (CTAS) akan diimplementasikan. Sistem inti ini mengubah sistem informasi DJP menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan akurat.

CTAS tidak hanya berdampak pada sisi teknologi, tetapi juga pada semua pilar Reformasi Perpajakan. Meskipun pegawai DJP memegang peran penting dalam keberhasilan Reformasi Perpajakan, namun tak henti-hentinya DJP mengajak dan merangkul masyarakat agar mengambil bagian dalam mengawal reformasi yang sedang berlangsung untuk satu tujuan yang mulia bagi bangsa dan negara.

Implementasi CTAS tentunya membutuhkan dukungan besar dari berbagai pihak, termasuk dukungan pemerintah daerah sebagai mitra DJP dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pasalnya, tanpa didukung data dan informasi yang berkualitas serta interoperabilitas dengan sistem lain di luar DJP, CTAS tidak akan berfungsi maksimal.

Peran lembaga internasional pun tak kalah penting dalam proses reformasi perpajakan ini. DJP mendapatkan berbagai ilmu praktik perpajakan terbaik melalui kerja sama dengan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), ATO (Australian Taxation Office), GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit), IBFD (Internationaal Belasting Documentatie Bureau), JICA (Japan International Cooperation Agency), AFD (Agence Française de Développement), NTA (National Tax Association), NTS (National Tax Service), dan Prospera. 

CTAS pun menjadi hasil dari pembelajaran praktik terbaik yang telah dilakukan. Dengan CTAS, sistem informasi DJP akan menjadi sistem informasi terintegrasi yang mencakup seluruh proses bisnis perpajakan berdasarkan basis data yang luas dan akurat. Sehingga ke depannya, Indonesia akan memiliki sistem administrasi perpajakan yang setara dengan negara maju. 

Selain itu, asosiasi pengusaha, seperti KADIN, HIPMI dan APINDO, dapat berperan dalam penyusunan kebijakan perpajakan. Dalam menyusun kebijakan, DJP Kementerian Keuangan memerlukan masukan agar kebijakan perpajakan yang akan diterbitkan tidak membebani masyarakat

Baca juga: Tingkatkan Alokasi Transfer ke Daerah, Menkeu Harap Peningkatan DAU Genjot Perekonomian Daerah

Demikian pula dengan asosiasi konsultan pajak, seperti IKPI (Ikatan Konsultan Pajak Indonesia), P3KPI (Perkumpulan Praktisi dan Profesi Konsultan Pajak Indonesia), AKP2I (Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia), Perkoppi (Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia), dan Pertapsi (Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Indonesia) yang terus membantu DJP Kementerian Keuangan dalam menjelaskan kondisi langsung yang dialami masyarakat.

Dalam rangka mewujudkan sistem perpajakan yang efektif dan efisien, DJP juga selalu berupaya melakukan peningkatan dalam berbagai aspek administrasi, aturan, dan praktik pemungutan pajak. Salah satu upaya perbaikan yang sedang dilakukan oleh DJP adalah implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP sebagaimana diatur dalam UU HPP.

Melalui implementasi penggunaan NIK sebagai NPWP, terdapat berbagai manfaat dan nilai positif yang bisa didapatkan oleh para wajib pajak, seperti efisiensi administrasi, kemudahan identifikasi wajib pajak, peningkatan keakuratan data pajak, meningkatkan akses ke layanan publik, serta memudahkan pelaporan dan pembayaran pajak. 

Dwi mengatakan bahwa implementasi tersebut tentunya membutuhkan dukungan besar dari berbagai pihak, terutama pemerintah daerah sebagai mitra DJP dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pasalnya, tanpa didukung data dan informasi yang berkualitas serta interoperabilitas dengan sistem lain di luar DJP, CTAS tidak akan berfungsi maksimal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas