Harga Cabai Rawit Melonjak 100 Persen, Pedagang Warteg: Pemerintah Gagal
Pedagang Warteg harus mencampurnya dengan cabai merah keriting, yang jauh lebih murah dari cabai rawit merah.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pedagang warung Tegal (Warteg) dipusingkan dengan harga cabai rawit merah yang melambung tinggi.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga cabai rawit merah Minggu (5/11) tembus Rp70.020 per kilogram.
Imbasnya pedagang Warteg harus merogoh koceknya dalam-dalam membeli cabai rawit guna keperluan memasak makanan.
Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni menyampaikan kekhawatirannya dengan harga cabai yang semakin meroket.
Baca juga: Harga Cabai per 2 November Naik di Atas HET: Rawit Merah Tembus Rp74.450, Cabai Keriting Rp57.600
"Harga cabai di Bandung itu kenaikannya hampir 100 persen. Dari yang tadinya Rp 48.000, sekarang Rp 80.000," kata Mukroni saat dihubungi Tribun kemarin.
Kenaikan harga cabai rawit merah, disebabkan menurunnya jumlah produksi lantaran kemarau panjang.
Namun, tetap saja pemerintah dinilai gagal memitigasi harga-harga bahan pokok.
"Pemerintah gagal memitigasi harga-harga bahan pokok. Ini kenaikan dalam sehari 100 persen," tutur Mukroni.
Mukroni berujar para pedagang Warteg tengah pusing mengatur siasat. Sebab, tidak bisa menyajikan makanan-makanan pedas kepada pelanggan.
Mensiasati hal itu, pedagang Warteg harus mencampurnya dengan cabai merah keriting, yang jauh lebih murah dari cabai rawit merah.
"Kita mencampur sambal yang tadinya banyak cabai rawit dikurangi dengan cabai keriting yang lebih murah, mungkin rasa pedasnya agak berkurang. Yang kedua porsi cabai kita kurangi yang tadinya ukuran dua sendok jadi satu sendok. Pelanggan sudah tahu dan memaklumi," ucap Mukroni.
Diketahui berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) cabai rawit memiliki andil terhadap inflasi sebesar 0,03 persen.
Selain itu terdapat beberapa komoditas lainnya yang memberikan andil inflasi.
"0,01 persen di antaranya cabai merah, emas perhiasan, tarif air minum pam, jeruk dan sawi hijau," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini.