Ketergantungan pada Impor Pangan Akibatkan Indonesia Rentan terhadap Fluktuasi Harga
Ketergantungan pada impor pangan terutama dari beberapa negara sumber impor membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Pertanian, Dr Nugroho Widiasmadi menyatakan, selain perubahan iklim seperti El Nino, ketergantungan pada impor pangan terutama dari beberapa negara sumber impor membuat Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga.
Mengacu Laporan Global Food Security Index (GFSI) tahun 2022, diketahui ketahanan pangan Indonesia masih belum memadai dengan indeks hanya mencapai 60,2 kalah dari beberapa negara tetangga.
"Masalah utama adalah ketersediaan pasokan dan kualitas nutrisi dan lonjakan impor beras tahun ini yang mencapai 3,5 juta ton menunjukkan bahwa ketahanan pangan harus dibangun di atas fondasi yang lebih kuat," kata Nugroho dalam keterangannya, Rabu (8/11/2023).
Baca juga: Harga Cabai Makin Pedas, Pemerintah Mau Bagi-bagi Bibit Cabai ke Masyarakat
Dosen Universitas Wahid Haysim (Unwahas) Semarang ini menyarankan, untuk menghindari situasi yang terus berulang, Indonesia harus memfokuskan upaya pada pembangunan ketahanan pangan yang berbasis kemandirian.
"Ini mencakup mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan kemampuan produksi pangan dalam negeri yang beragam," katanya.
Peraih Kalpataru 2023 dari Pemerintah RI memandang perlu langkah menuju pertanian yang berkelanjutan, menggantikan metode kimia konvensional dengan praktik organik melalui penggunaan teknologi Biosoildam MA 11.
"Teknologi ini tidak hanya meningkatkan produktivitas pertanian dan mengurangi ketergantungan pada bahan kimia berbahaya dan mendukung pertanian yang lebih ramah lingkungan tetapi juga tahan hadapi iklim ekstrim pada El Nino dan La Nina baik kekeringan dan hujan badai serta banjir, karena dinding selnya lebih tebal," kata penemu inovasi teknologi Biosoildam MA 11 ini.
Ditambahkan, dalam konteks hak lingkungan, penting untuk menyadari pentingnya hak asasi manusia terhadap lingkungan hidup dan pemimpin Indonesia diharapkan untuk memahami bahwa keberlangsungan lingkungan adalah kunci bagi masa depan yang berkelanjutan.
"Kesadaran lingkungan di kalangan pemilih muda juga perlu diperhatikan, dan pemimpin baru harus membangun sistem politik dan ekonomi yang menjaga keberlangsungan lingkungan alam,' katanya.
Baca juga: Update Harga Per 7 November: Telur Ayam Stabil Rp28.600, Minyak Goreng Turun Jadi Rp20.900
Pentingnya memandang isu ketahanan pangan dan lingkungan sebagai prioritas nasional yang perlu diatasi dengan serius dan langkah-langkah konkret sehingga semua lapisan masyarakat, termasuk pemerintah, sektor swasta, petani, dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, diharapkan berperan aktif dalam membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Sebelumnya Kementerian Pertanian (Kementan) kembali berencana membuat lahan rawa menjadi sawah untuk menggenjot produksi di dalam negeri.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyebut, sekitar 1,5 juta hektare lahan rawa baik rawa mineral maupun rawa tadah hujan yang bisa digarap untuk meningkatkan indeks pertanaman
"Kita rencanakan akselerasi, ada potensi besar di Indonesia yakni lahan yang bisa digarap, kurang lebih 1,5 juta hektare dan kita fokus garap dulu meningkatkan indeks pertanaman (IP) lebih mudah," kata Amran saat ditemui wartawan di Kantor Kementan Jakarta, Senin (30/10/2023).
Amran menargetkan, dengan rencana tersebut nantinya lahan rawa yang IP hanya 1 menjadi 2, dan yang sebelumnya 0 menjadi 2.
"Rawa ini dijadikan lahan yang IP nya 1 jadi 2, 0 jadi 2. Ini target kita," ujarnya.
Namun, ia mengatakan pihaknya sampai dengan saat ini masih belum menghitung anggaran untuk menggarap lahan rawa tersebut.
"Nanti kita anggarkan ini," ucap Amran.