Kinerja Ekspor Indonesia 10 Bulan Merosot Tajam, Alarm Bahaya di Ujung Pemerintahan Jokowi
Nilai ekspor Indonesia selama 10 pertama 2023 yakni dari Januari hingga Oktober 2023 turun 12,15 persen secara year on year.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kinerja ekspor Indonesia sedang turun tajam. Ini jadi alarm bahaya bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo di ujung pemerintahannya.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan nilai ekspor Indonesia selama 10 pertama 2023 yakni dari Januari hingga Oktober 2023 mencapai 214,41 miliar dolar Amerika Serikat (AS), turun 12,15 persen secara year on year dari periode sama di tahun sebelumnya yang sebesar 244,06 miliar dolar AS.
"Ekspor secara komulatif pada periode Januari sampai dengan Oktober 2023 mencapai 214,401 miliar dolar AS atau turun 12,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, Pudji Ismartini dalam eilis BPS, Rabu (15/11/2023).
Kinerja ekspor Indonesia dalam dua tahun terakhir memang mengalami peningkatan yang tajam akibat lonjakan harga komoditas. Neraca perdagangan juga berhasil surplus selama 38 bulan beruntun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, nilai ekspor pada Juni 2023 mencapai US$ 20,61 miliar, turun 21,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pudji Ismartini mengatakan, nilai ekspor migas pada periode Januari sampai Oktober ini mencapai 13,16 miliar dolar AS atau turun 2,06 persen dari 2022 yaitu 13,44 miliar dolar AS.
Total ekspor nonmigas pada periode Januari sampai Oktober ini mencapai 201,25 miliar dolar AS atau turun -12,74 persen dibandingkan tahun 2022 mencapai 239,62 miliar dolar AS.
Khusus di bulan Oktober, BPS mencatat, nilai ekspor pada Oktober 2023 mencapai 22,15 miliar dolar AS atau menurun 10,43 persen dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 24,73 miliar dolar AS.
Pudji Ismartini mengatakan, kontraksi nilai ekspor pada Oktober ini didorong oleh harga-harga komoditas pasar di global yang rendah.
"Kontraksi ini didorong oleh penurunan ekspor nonmigas dan melanjutkan tren yang terjadi sejak awal tahun, terutama disebabkan oleh harga-harga komoditas di pasar global yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi tahun lalu," kata Pudji.
Baca juga: Ekonom Celios Sebut Resesi Jerman Akan Pengaruhi Kinerja Ekspor Indonesia ke Pasar Eropa
Sementara khusus di September, BPS mencatat kinerja ekspor juga sudah turun 16,17 persen, di mana pada Agustus 2023, nilai ekspor tercatat 24,76 miliar dolar AS.
Kinerja ekspor Indonesia di September hanya tercatat 20,76 miliar dolar AS.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, hal ini disebabkan adanya penurunan harga komoditas di tingkat global.
"Tren pelemahan ekspor berlanjut. Nilai ekspor mengalami penurunan cukup dalam sebesar 16,17 persen secara tahunan," ujarnya, Jumat (16/10/2023).
Baca juga: CELIOS: Kinerja Ekspor Indonesia Dibayangi Ancaman Default AS
"Kontraksi ini tentunya didorong oleh penurunan ekspor nonmigas dan melanjutkan tren yang terjadi sejak awal tahun yang disebabkan harga-harga komoditas unggulan di pasar global yang relatif lebih rendah dibandingkan tahun lalu," sambungnya.
Ini Pemicu Kemerosotan Ekspor
Pudji Ismartini mengatakan, pemicu utama penurunan kinerja ekspor Januari-Oktoberadalah dari sektor industri pengolahan sebesar 155,16 miliar dolar AS atau menurun -10,30 persen dari 2022 yaitu 172,97 miliar dolar AS.
"Penurunan ekspor sektor industri pengolahan menjadi pendorong utama atas turunnya kinerja ekspor Januari sampai dengan Oktober 2023," ungkapnya.
Sedangkan penurunan ekspor nonmigas sejatinya terjadi pada seluruh sektor diantaranya sektor pertambangan dan lainnya yaitu sebesar 42,41 miliar dolar AS atau menurun -20,80 persen dari 2022 mencapai 53,55 miliar dolar AS.
Baca juga: Ekonomi Tahun Ini Sulit, Bahlil Sebut Kinerja Ekspor dan Investasi Kuartal I 2023 Alami Penurunan
Kemudian sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 3,68 miliar dolar AS atau menurun -10,44 persen dari 2022 yaitu 4,11 miliar dolar AS.
"Ini sejalan dengan penurunan harga komoditas pertambangan di pasar global secara tahunan sebesar," ungkap Pudji.
Komoditas nonmigas yang nilai ekspor turun diantaranya adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati dan hewani atau serta berbagai produk kimia.
Dipengaruhi Gagal Bayar AS
Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kasus gagalan bayar utang pemerintah AS dapat menyebabkan krisis di negara tersebut.
Efeknya dapat mempengaruhi kinerja ekspor negara mitra dagang AS seperti Indonesia, yang juga merupakan eksportir sejumlah komoditas dan produk ke Negeri Paman Sam.
"Sinyal ekonomi AS yang mengalami dobel crisis yakni krisis gagal bayar utang dan ancaman resesi ekonomi semakin terlihat, dan harus menjadi warning bagi ekonomi negara berkembang seperti Indonesia," ucap Bhima kepada Tribunnews, Sabtu (29/4/2023).
"AS merupakan mitra dagang yang penting, dan hub manufaktur Indonesia selain ke China, Jepang, dan India," sambungnya.
Sejumlah sektor yang terpengaruh, lanjut Bhima, diantaranya seperti ekspor pakaian jadi, alas kaki, produk olahan karet, Crude Palm Oil atau CPO, furnitur, produk perikanan, hingga produk barang dari kulit.
"Sepanjang 2017-2021 ekspor pakaian jadi saja sudah -3 persen ke pasar AS, alas kaki -1 persen, dan barang dari kulit -3 persen," ucap Bhima.
"Bagaimanapun juga AS adalah mitra ekspor tradisional dengan porsi sebesar 9,2 persen sepanjang Januari-Maret 2023," tambahnya.
Picu PHK
Penurunan kinerja ekspor Indonesia memicu terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) seperti terjadi di pabrik garmen berorientasi ekspor PT Tuntex Garment di Tangerang, Banten.
Pabrik tersebut merupakan pemasok pakaian jadi merek Puma untuk pasar Eropa. Jumlah karyawan yang terkena PHK lebih dari 1.000 orang.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengatakan, industri TPT menghadapi tren penurunan penjualan di pasar domestik, hingga jebloknya kinerja ekspor.
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan, kondisi perekonomian global yang sulit diprediksi berdampak pada kegiatan ekspor Indonesia.
Kata Bahlil, ada tanda-tanda ekspor Indonesia di kuartal pertama 2023 cenderung menurun jika dibandingkan dengan kuartal empat tahun 2022.
"Kalau kita lihat, ekspor kita (Indonesia) di kuartal pertama ini rada-rada agak tidak sebaik dikuartal 4 tahun 2022. Dan tanda-tanda itu udah mulai turun," ujar Bahlil.
"Saya baru cek dengan tim saya, itu kecenderungan untuk di Kuartal pertama itu agak tidak sebaik dibandingkan dengan kuartal keempat di 2022," sambungnya.
Bahlil mengatakan, investasi asing yang masuk di Indonesia tahun ini juga tak sebaik tahun sebelumnya. Sehingga, dia menegaskan untuk menjaga momentum ditengah ketidakpastian ekonomi global.
"Kita optimis ekonomi 2023 itu akan baik, kalau mampu kita jaga momentum. Kenapa, karena Foreign Direct Invesment (FDI) juga itu tidak sebaik 2022," ungkapnya.
Bahkan, kata Bahlil, investasi di beberapa negara juga disebut butuh pemeliharaan. Hal itu sebagai upaya menjaga perekonomian negara.
"Ini masih dibutuhkan suatu pergerakan pergerakan maintenance yang baik lah kira-kira begitu saya nggak berani membuat kata-kata yang ada sedikit jelas, tapi aga sedikit samar-samar sama saja," papar dia.
Indonesia mulai terkena dampak pelemahan ekonomi global. Dampak yang dirasakan yakni kinerja ekspor pada Juni 2023 yang mengalami kontraksi 21,2% jika dibandingkan dengan Juni 2022.
Laporan reporter Nitis Hawaroh/Bambang Ismoyo