Kenaikan UMP Terlalu Kecil Akan Terkikis Inflasi, Buruh Mulai Lakukan Aksi Demo
Laju inflasi itu jauh lebih tinggi dari tingkat inflasi nasional sebesar 2,56 persen. Dengan melihat berbagai perkembangan saat ini
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rilis upah minimum provinsi (UMP) 2024 ditanggapi dengan kekecewaan para buruh.
Mereka pun melakukan aksi seperti yang telah dijanjikan, bila kenaikannya sedikit maka akan menggelar aksi demo.
Aksi tersebut terjadi di wilayah industri yaitu Cikarang-Bekasi, Jawa Barat, Kamis (23/11/2023).
Baca juga: Partai Buruh: Upah Layak hingga Penghapusan Outsourcing Masih Jadi Tuntutan Rakyat ke Pemerintah
Memantau akun instagram @infobekasi, demonstrasi diantaranya terjadi Kawasan Industri MM2100 Cikarang Barat, kawasan Kalimalang, hingga di kolong Tol Cibitung.
Aksi ini disebut-sebut sebagai bagian dari upaya buruh agar Pemerintah dapat menaikkan besaran upah minimum Provinsi (UMP) tahun 2004, sesuai besaran yang diinginkan.
Hal ini diungkapkan Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) Mirah Sumirat.
Adapun, sejumlah demonstrasi telah terjadi di sejumlah wilayah, khususnya di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi.
"Itu aksi demo untuk meminta kenaikkan gaji (UMP) para buruh," ungkap Mirah kepada Tribunnews, Kamis (23/11/2023).
Sementara pengamat ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, dari rata-rata kenaikan UMP 2024 dari 33 provinsi yang telah mengumumkan ialah sebesar 3,84 persen.
Kenaikan tersebut dianggap tidak akan menaikkan kesejahteraan para buruh.
Baca juga: Minta Negosiasi Ulang Soal UMP 2024, Serikat Buruh Ancam Bakal Lumpuhkan Ekonomi
Bhima menyebutkan, rata-rata besaran kenaikan UMP 2024 dinilai kecil dan akan tergerus oleh laju inflasi.
Padahal, ancaman inflasi yang berasal dari komoditas pangan masih nyata.
"Kenaikan UMP rata rata nasional masih terlalu kecil," kata dia, kepada Kompas.com, Kamis (23/11/2023).
"Idealnya di atas 10 persen melihat tekanan inflasi pangan yang cukup berisiko menggerus daya beli," sambungnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), komoditas yang tergolong kelompok makanan, minuman, dan tembakau masih mencatatkan inflasi sebesar 5,41 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Oktober lalu.
Laju inflasi itu jauh lebih tinggi dari tingkat inflasi nasional sebesar 2,56 persen. Dengan melihat berbagai perkembangan saat ini, Bhima memproyeksi, tren inflasi pangan berlanjut hingga tahun depan.
Oleh karenanya, besaran kenaikan UMP yang tidak mencapai 5 persen akan tergerus oleh inflasi.
"Kalau naiknya upah dibawah 5 persen, buruh mana bisa hadapi inflasi," ujarnya.
Pada akhirnya, tingkat konsumsi rumah tangga berpotensi tergerus. Potensi pelemahan konsumsi rumah tangga tentunya bakal berimbas terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Maklum saja, porsi konsumsi rumah tangga terhadap produk domestik bruto (PDB) masih mencapai lebih dari 50 persen.
"UMP 2024 dengan kenaikan yang terlalu rendah bisa mengancam pertumbuhan ekonomi tahun depan. Sulit ya bisa tumbuh 5 persen tahun depan dengan stimulus upah yang terlalu rendah," ucap Bhima. (Tribunnews.com/Kompas.com)