Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Masih Terjadi Kelangkaan BBM Subsidi, Pengamat Soroti Proyek Digitalisasi SPBU

Proyek digitalisasi terhadap 5.518 SPBU seluruh Indonesia ini menggunakan dana investasi bernilai Rp3,6 triliun.

Penulis: Erik S
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Masih Terjadi Kelangkaan BBM Subsidi, Pengamat Soroti Proyek Digitalisasi SPBU
Fistel Mukuan/TribunManado
Suasana SPBU Kolongan, Kalawat, Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara, mengalami antrean kendaraan mendapatkan BBM jenis solar. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan saat berkunjung ke Padang pada Rabu (22/11/2023), melihat langsung kelangkaan BBM subsidi. Dia pun mengaku penyebabnya karena distribusi yang tidak merata di beberapa tempat.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia Yusri Usman, Kamis (23/11/2023) saat dihubungi dari Jakarta menilai kelangkaan Pertalite dan Biosolar semestinya tidak perlu terjadi, jika digitalisasi SPBU yang dirancang dan dibangun sejak tahun 2018 oleh Pertamina atas penugasan Pemerintah berjalan sebagaimana mestinya.

Apalagi proyek digitalisasi terhadap 5.518 SPBU seluruh Indonesia ini menggunakan dana investasi bernilai Rp3,6 triliun dari PT Telkom Indonesia.




Adapun kompensasi yang diberikan Pertamina wajib membayar ke PT Telkom setiap liter BBM sebesar R15,25 selama 5 tahun dari SPBU terdigitalisasi.

Baca juga: Hampir Dua Bulan, SPBU Kolongan di Minahasa Utara Terjadi Antrean Kendaraan Dapatkan Solar

"Tujuan proyek ini untuk mengendalikan subsidi dan kompensasi Pemerintah untuk BBM berupa Pertalite (JBKP) dan Biosolar (JBT) secara real time," ungkap Yusri.

Untuk tahun 2023 saja, kata Yusri, subsidi dan kompensasi BBM yang diberikan pemerintah lewat APBN mencapai Rp339,6 triliun.

Namun anehnya, digitalisai berbiaya besar ini patut diduga telah gagal, lantaran sejak Maret 2023 Pertamina Patra Niaga membuat kebijakan digitalisasi tahap II dengan beban biaya ditanggung pemilik SPBU, yang harus selesai pada Juli 2023.

BERITA TERKAIT

"Digitalisasi tahap II ini mengunakan software dan hardware FCC (Four Cour Controler) enabler dari perusahaan dari Selandia Baru berinisial ITL. Kami mendapat informasi program ini kental terjadi praktrek kartel, sebab ITL hanya menunjuk 3 perusahaan dan memasang harga tidak wajar kepada pemilik SPBU, terkesan seperti pemerasan terselubung," ungkap Yusri.

Kemudian lanjut Yusri, kecurigaan BPH Migas atas proyek digitalasi ini sebenarnya sudah terjadi sehingga berbuah surat BPH Migas ke KPK pada 29 Mei 2020 untuk melakukan audit teknologi. Namun sayangnya sampai saat ini belum ada sikap KPK begitupun hasilnya.

Yusri mengatakan pihaknya secara resmi sejak 17 November 2023 telah meminta klarifikasi dan informasi ke Direksi Pertamina Patra Niaga dengan tembusan ke Dewan Direksi dan Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) holding sampai batas waktu Rabu 22 November 2023.

"Janjinya Direksi PT Pertamina Patra Niaga saat itu 17 November 2023 melalui Corporate Secretary, Irto Ginting akan memberikan jawaban, namun faktanya hingga saat ini tak mampu merealisasikan, inikah GCG Pertamina?," pungkas Yusri.

Jawaban PT Pertamina Patra Niaga

PT Pertamina Patra Niaga melalui Sekretaris Perusahaan, Irto Petrus Ginting memberikan jawaban.

1. Untuk menjamin proses integrasi kesisteman digital dengan sistem Digitalisasi Tahap I yang telah dibangun dan dipasang sebelumnya, Pertamina Patra Niaga mendorong pelaksanaan percepatan Digitalisasi Tahap II untuk menggunakan perangkat yang compatible dengan sistem tersebut.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas