Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pembayaran Utang Rafaksi Migor Berlarut-larut, Ombudsdman Kirim Surat ke Menko Airlangga

Ombudsman RI pun menemukan telah terjadi penundaan berlarut dalam pembiayaan penyaluran minyak goreng kemasan.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
zoom-in Pembayaran Utang Rafaksi Migor Berlarut-larut, Ombudsdman Kirim Surat ke Menko Airlangga
Istimewa
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Utang rafaksi minyak goreng (migor) yang tak kunjung dibayarkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kemendag), menyita perhatian Ombudsman RI.

Ombudsman RI pun menemukan telah terjadi penundaan berlarut dalam pembiayaan penyaluran minyak goreng kemasan.

"Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag saat ini sudah masuk dalam kategori penundaan berlarut," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam keterangannya, Selasa (28/11/2023).

Baca juga: Aprindo Akan Perkarakan Utang Rafaksi Minyak Goreng Kemendag ke Ranah Hukum

Yeka pun menyarankan agar segera dilakukan proses penyelesaian tahapan pembiayaan penyaluran minyak goreng kemasan sampai tahap pembayaran kepada pelaku usaha.

Menurut dia, asas kehati-hatian yang dilakukan oleh Kemendag harus diimbangi dengan asas transparansi dan akuntabilitas.

Ia mengatakan, Ombudsman RI telah melayangkan surat kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim.

Berita Rekomendasi

Ini merupakan tindak lanjut hasil monitoring Investigasi Atas Prakarsa Sendiri Ombudsman RI perihal penyediaan dan stabilisasi harga minyak goreng.

Ia menyarankan agar Menteri Perdagangan RI melalui Dirjen Perdagangan Dalam Negeri agar segera menyampaikan hasil verifikasi kepada Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Baca juga: Soal Rafaksi Minyak Goreng Tak Kunjung Usai, Aprindo: Kami Dipermainkan

Dia bilang, paling lambat akhir November 2023 proses pembayaran dapat segera dilakukan.

Adapun proses verifikasi dan penyampaian hasil akhir verifikasi oleh surveyor dalam hal ini Sucofindo telah dilakukan pada 5 Oktober 2022.

"Harusnya pembayaran selisih harga acuan keekonomian dengan HET untuk penyaluran minyak goreng kemasan sampai dengan 31 Januari 2022 kepada pelaku usaha sudah bisa dibayarkan dengan segera,” kata Yeka.

BPDPKS hanya dapat melakukan pembayaran kepada pelaku usaha setelah memperoleh hasil verifikasi dari Kementerian Perdagangan

Kemudian, pembayaran dana pembiayaan minyak goreng kemasan oleh BPDPKS dilakukan paling lambat 17 hari kerja setelah kelengkapan dokumen pembayaran berdasarkan hasil verifikasi disampaikan kepada BPDPKS.

Hal itu sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Yeka mengatakan, koordinasi yang dilakukan Kementerian Perdagangan kepada Kementerian Koordinator Perekonomian adalah alternatif proses dalam rangka prinsip kehati-hatian.

Namun menurut Yeka, alternatif tersebut jangan sampai mengganggu prosedur yang sudah ditetapkan dalam regulasi. Mengakibatkan proses pembayaran menjadi tertunda lebih dari satu tahun.

Mendag Zulhas Ungkap Alasan Utang Rafaksi Migor Pemerintah Belum Dibayar

Menteri Pedagang (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkap alasan Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum kunjung membayar utang rafaksi minyak goreng (migor) ke pelaku usaha.

Zulhas, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa Kemendag belum memberi hasil verifikasi dari jumlah utang yang harus dibayarkan ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Adapun verifikasi ini telah dilakukan oleh PT Sucofindo.

Ia menyebut Kemendag melaksanakan proses pembayaran mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Dalam melakukan pembayaran, Kemendag juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk minta pendapat dan pendampingan hukum.

"Kita minta dirapatkan di Kemenko Perekonomian karena BPDPKS itu komite pengarahnya Pak Menko Perekonomian," kata Zulhas dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/11/2023).

"Dapat kami sampaikan kehati-hatian tadi, dan juga pendampingan hukum terkait proses hukum yang terjadi dalam pembayaran klaim tersebut," lanjutnya.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) bilang, Kemendag telah mengirim surat ke BPKP untuk permohonan review hasil verifikasi PT Sucofindo terhadap klaim pembayaran selisih harga minyak goreng melalui dana BPDPKS.

Saat ini, Kemendag akan mengangkat pembahasan terkait rafaksi ini dalam rakortas tingkat menteri di Kemenko Perekonomian.

Pembahasan ini untuk mendapatkan persetujuan bersama dari semua pihak yang terkait, sebelum dilanjutkan pada proses pembayaran rafaksi.

"Jadi mau di Kemenkopolhukam boleh, di Kemenko Perekonomian boleh," ujar Zulhas.

Peritel Bakal Bawa Soal Utang Rafaksi Migor ke Ranah Hukum

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, per 15 November hari ini, pihaknya belum kunjung mendapat kepastian kapan utang rafaksi minyak goreng (migor) akan dibayarkan pemerintah.

Diketahui, polemik utang ini telah memakan waktu yang lama, di mana sudah hampir dua tahun sejak pemerintah pertama kali meminta peritel menjual minyak goreng di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter.

Utang rafaksi migor yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perdagangan, kepada peritel sebanyak Rp344 miliar belum kunjung dibayarkan.

Baca juga: Kemendag Siap Hadapi Gugatan Pengusaha Ritel ke PTUN Soal Utang Rafaksi Minyak Goreng

"Sampai 15 November, Aprindo belum mendapatkan langkah-langkah konkret dan nyata dari pemerintah untuk niat menyelesaikan rafaksi," kata Roy dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2023).

Roy pun menduga pemerintah sudah tak lagi niat menyelesaikan polemik utang rafaksi minyak goreng ini.

Informasi terakhir disebutkan bahwa Kementerian Perdagangan harus terlebih dahulu rapat koordinasi terbatas (rakortas) dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk membayar utang ini.

Roy heran kenapa koordinasi tersebut tak kunjung terjadi. Terlebih, alasan yang ia dapat rakortas belum terlaksana karena kedua kementerian sibuk.

"Saya ga tau sebutannya pengesahan atau perintah atau apapun, tetapi sampai hari ini yang poin terakhir ini, kita melihat keseriusan untuk rapat koordinasi antar Kemenko Perekonomian dan Kemendag itu tidak terjadi dengan alasan sibuk. Kenapa ga kemarin-kemarin sebelum sibuk (rapat koordinasinya)?" ujar Roy.

Saat ini, kata Roy, peritel tak sendiri lagi dalam memperjuangkan utang ini. Produsen migor kini disebut ikut terlibat memperjuangkannya.

"Kami sudah dapat dukungan dari produsen, karena produsen juga punya masalah yang sama karena mereka melakukan penjualan harga minyak goreng yang rendah itu kepada ritel dan kepada pasar tradisional general market," ujarnya.

Ia mengatakan, saat ini kuasa hukum peritel dan produsen sedang mempersiapkan untuk membawa polemik ini ke ranah hukum.

"Apakah kita melaporkan kepada Mabes Polri, apakah kita somasi gugat PTUN, ini lagi dicari antar kuasa hukum. Kami ada kuasa hukum, produsen juga ada pengacara," tutur Roy.

Menurut dia, membawa persoalan ini ke ranah hukum merupakan satu bentuk langkah konkret yang harus pihaknya lakukan guna memperjuangkan hak pelaku usaha.

"Kita ga minta negara, itu bukan uang APBN, bukan uang Kemendag, bukan uang siapapun. Itu uang pelaku usaha menyetorkan 50 dolar AS per metrik ton dan dananya itu BPDPKS itu masih ada," ujar Roy.

Kronologi

Sebagai informasi, persoalan utang rafaksi minyak goreng yang belum dibayar pemerintah kepada pengusaha ritel tak kunjung selesai.

Masalah ini pertama kali mencuat ketika utang penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian atau rafaksi minyak goreng senilai Rp344 miliar pemerintah kepada peritel tak dibayarkan.

Awalnya, utang ini ada karena saat terjadi kelangkaan minyak goreng pada Januari 2022, pemerintah menugaskan Aprindo dan anggota di dalamnya untuk menjual minyak goreng di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter. Padahal, saat itu minyak goreng di pasaran dijual di atas itu.

Maka dari itu, pemerintah akan menanggung rafaksinya atas selisih harga pokok pembelian pada harga ke-ekonomian dengan harga penjualan di tingkat pengecer sebesar Rp14 ribu per liter seluruh tipe kemasan Migor.

Namun, setelah pergantian menteri dari Muhammad Lutfi ke Zulkifli Hasan, Aprindo tak kunjung mendapatkan uang selisih yang dijanjikan Kementerian Perdagangan.

Malahan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut tak ada landasan hukum bagi pihaknya untuk membayar utang tersebut.

Baca juga: Kemendag Tak Kunjung Bayar Utang Rafaksi Minyak Goreng ke Pengusaha, Pasokan Terancam Langka?

Akhirnya, Aprindo menempuh banyak jalan untuk memperjuangkan agar utangnya dibayar. Mereka melakukan audiensi dengan Kantor Staf Presiden dan RDPU dengan DPR.

Adapun tagihan yang harus dibayar pemerintah kepada Aprindo sebesar Rp344 miliar melalui dana BPDPKS. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga meminta pemerintah membayarnya.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun mengatakan akan membayar utang ini setelah legal opinion (LO) dari Kejaksaan Agung.

Setelah LO tersebut keluar, Kemendag diminta untuk membayarnya. Namun, mereka kemudian masih meminta PT Sucofindo untuk melakukan verifikasi pada angkanya. BPKP juga diminta untuk memeriksanya.

Hingga kini, sampai hasil dari pemeriksaan BPKP dan verifikasi angka dari PT Sucofindo keluar, utang Aprindo belum kunjung dibayar pemerintah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas