Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pemerintah Ungkap Nasib Batubara di Tengah Masifnya Penggunaan Energi Bersih

Energi baru terbarukan (EBT) tengah menjadi primadona sebagai bahan baku energi yang ramah lingkungan dan rendah emisi.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Pemerintah Ungkap Nasib Batubara di Tengah Masifnya Penggunaan Energi Bersih
Adaro
Ilustrasi. Energi baru terbarukan (EBT) tengah menjadi primadona sebagai bahan baku energi yang ramah lingkungan dan rendah emisi, sehingga menimbulkan pertanyaan, bagaimana nasib batubara ke depan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ungkap nasib keberadaan komoditas batubara di tengah masifnya penggunaan energi hijau saat ini.

Diketahui, energi baru terbarukan (EBT) tengah menjadi primadona sebagai bahan baku energi yang ramah lingkungan dan rendah emisi.

Terlebih, Pemerintah juga membidik target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat, yang akan menggunakan EBT sebagai tulang punggung ketahanan energi nasional.

Baca juga: Pemerintah Targetkan Bauran EBT 23 Persen pada 2025, Anies Baswedan: Sulit Tercapai

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan, meski memiliki ambisi besar tersebut, pemerintah tidak serta merta langsung meninggalkan energi berbasis fosil, salah satunya batubara.

Menurutnya Indonesia adalah salah satu negara dengan pembangkit berbahan baku batubara yang besar.

Sehingga dengan penetapan target NZE tidak lantas menghilangkan batubara sebagai salah satu sumber pembangkit listrik utama nasional dalam waktu dekat.

Berita Rekomendasi

Setidaknya, membutuhkan waktu hingga tahun 2057 sesuai dengan peta jalan menuju NZE yang digagas Kementerian ESDM, sembari secara paralel, pemerintah memperkuat basis pemanfaatan EBT untuk menopang energi nasional.

Karena pemerintah juga berkewajiban untuk memastikan ketersediaan energi terhadap masyarakat.

"Kontrak PLTU berkisar 25 hingga 30 tahun, sehingga dari simulasi yang kita lakukan di NZE, puncak kita menggunakan batubara itu antara tahun 2030 hingga 2035, setelah itu akan melandai sejalan dengan PLTU yang sudah selesai masa kontraknya," ujar Dadan dalam keterangannya, dikutip Jumat (1/12/2023).

Untuk menyuplai kebutuhan energi kepada masyarakat ketika penggunaan batubara mulai melandai, Dadan menyebutkan bahwa pemerintah akan mengembangkan dan menyediakan energi yang lebih bersih dari EBT.

Oleh karena itu, batubara yang tidak dipakai untuk bahan baku pembangkit bisa dimanfaatkan dalam bentuk yang sudah diolah dan lebih hijau melalui proses hilirisasi.

"Kita ini harus mengarah ke green product, kita harus menciptakan green industri disini, karena memang nanti akan dilihat dari sisi prosesnya itu bagaimana sih cara memproduksi produk ini," tuturnya.

Dadan menjelaskan produk batubara bisa diubah menjadi Dimethyl Ether (DME) melalui proses gasifikasi, yang akan bisa digunakan sepagai pengganti Liquefied petroleum gas (LPG), dengan konsumen yang sudah ada.

"Sebelum menjadi DME juga itu bisa menjadi methanol. Metanol ini banyak dipakai di industri-industri, kita bisa pakai metanol tapi dengan syarat nanti prosesnya harus bersih enggak ada emisi, menjadi produk hijau," pungkasnya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas