Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ekonom IPB Sarankan Proyek Food Estate Disetop, Pengelolaannya Militeristik!

Pendekatan yang dilakukan untuk proyek food estate selama ini  militeristik, sentralistik dan tidak melibatkan petani sebagai pelaku utama.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Ekonom IPB Sarankan Proyek Food Estate Disetop, Pengelolaannya Militeristik!
Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo meninjau proyek food estate di Kabupaten Keerom, Papua, pada Selasa, (21/3/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Didin Damanhuri menilai proyek food estate di bawah pemerintahan Jokowi tidak mengurangi ketergantungan impor pangan, terutama beras dan jagung.

Menurutnya, proyek strategis nasional itu sebaiknya dihentikan sebab penanganannya tersentralistik.

“Proyek food estate Itu dihentikan saja karena pendekatannya tidak tepat,” ujar Didin Damanhuri dikutip Kamis (21/12/2023).

Didin mengatakan pendekatan yang dilakukan untuk proyek food estate selama ini  militeristik, sentralistik, dan tidak melibatkan petani sebagai pelaku utama.

Hal itudianggap bisa berpotensi terjadinya kebocoran anggaran seperti korupsi dan non efisiensi.

“Anggaran dari APBN itu puluhan triliun yang dialirkan. Sampai sekarang tidak terdengar laporan bahwa ini sukses. Kalau terjadi konflik pendekatannya militeristik, tidak dialogis, tidak persuasif, dan demokratis,” katanya.

Baca juga: Cara 3 Capres Turunkan Harga Bahan Pokok, Kembalikan Fungsi Bulog Hingga Ogah Teruskan Food Estate

Berita Rekomendasi

Sebagai skenario G20 untuk menghadapi krisis pangan dunia, Didin menyampaikan bahwa skenario ini tidak berhasil mengantisipasi krisis pangan di Asia, Amerika Latin dan Afrika. Termasuk di Indonesia sendiri.

“Di Indonesia sendiri yang sudah berjalan di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara tidak bisa menjawab produksi nasional. Tidak mengurangi ketergantungan Indonesia dari impor pangan, beras dan jagung,” paparnya.

Padahal, Indonesia pernah berhasil melakukan swasembada pangan pada era pemerintahan Soeharto dan era reformasi walaupun waktunya tidak panjang.

“Petani yang memiliki lahan di bawah 0,5 hektar mayoritas. Tapi mereka penyumbang swasembada di era Soeharto maupun di era reformasi walau hanya sebentar dan relatif aman. Sekarang ditingggalkan begitu saja dengan konsep food estate atau lumbung pangan yang notabene tidak dalam kerangka misalnya RPJMN pemerintahan Jokowi. Tidak ada itu,” tambahnya.

Baca juga: Bila Dipercaya Memimpin Indonesia, Ini Konsep Food Estate yang akan Dikembangkan Anies Baswedan

Didin menawarkan solusi untuk mengatasi krisis pangan Indonesia.

Bagi dia, penanganan proyek food estate jangan lagi tersetralistik dan pemerintah Indonesia harus belajar dari negara-negara yang berhasil mengantisipasi krisis pangan. Seperti belajar dari Kuba.

“Kalau bisa libatkan petani. Jadi pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan tapi pelaksananya desentralisasi ke Kabupaten atau Kota. Ini untuk mencapai swasembada pangan supaya petani sejahtera dan kemudian berdaulat,” ucapnya.

Baca juga: Ada Apa dengan Mahfud MD yang Kini Rajin Menyerang, Kritik Food Estate Gagal hingga Sindir Pejabat

“Ada konsep pertanian yang bernuansa efisiensi tapi juga didorong berkoperasi. Jadi tanah-tanah yang dibawah 0,5 hektar dikonsolidasi," ujarnya.

"Minimal mereka mengelola bersama dengan pemiliknya. Nanti ada penyuluh-penyuluh yang menggaet supaya bagaimana mereka ini efisiensi dalam pengelolaannya,” pungkas Didin.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas