Penerimaan Bea Cukai 2023 Tak Capai Target Hanya Rp 286,2 Triliun, Sri Mulyani Ungkap Alasannya
penerimaan Kepabeanan dan Cukai 2023 ini terkoreksi -9,9 persen dibandingkan tahun 2022 lalu sebesar Rp 312,8 triliun.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan, penerimaan Kepabeanan dan Cukai selama 2023 mencapai Rp 286,2 triliun atau hanya mencapai 95,4 persen dari target.
Sri Mulyani bilang, penerimaan Kepabeanan dan Cukai 2023 ini terkoreksi -9,9 persen dibandingkan tahun 2022 lalu sebesar Rp 312,8 triliun.
"Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mengalami koreksi dari pertumbuhan positif 2 tahun berturut-turut (2021 naik 26,4 persen dan 2022 naik 18 persen) dan tahun ini -9,9 persen," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Selasa (2/1/2024).
Baca juga: Bea Cukai Sita 5,5 Ton Narkotika Sepanjang 2023, Menurun Dibanding Tahun 2022
Bendahara mengatakan, penerimaan kepabeanan dan cukai ini dipengaruhi oleh pelaksanaan keseimbangan empat pilar kebijakan CHT (cukai hasil tembakau), penurunan aktivitas impor dan harga komoditas CPO yang lebih rendah.
Berdasarkan paparan Sri Mulyani, penerimaan Cukai pada 2023 ini sebesar Rp 221,8 triliun atau 97,6 persen dari target. Penerimaan ini menurun dampak kebijakan pengendalian konsumsi rokok dan menjaga keberlangsungan tenaga kerja industri rokok.
"Ini kan memang dilakukan berturut-turut dan naiknya cukup besar 10 persen, 10 persen, ini menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan terutama golongan 1 yaitu produsen terbesarnya," ucap dia.
"Golongan 1 itu turunnya bahkan mencapai 14 persen ini produsen rokok golongan 1 itu adalah yang raksasa paling besar. Namun untuk golongan 2 dan golongan 3 yang tarif cukai nya relatif lebih rendah dibandingkan golongan 1. Golongan 3 ini yang banyak industri kecil yang pakai tangan naiknya mencapai 28,2 persen," sambungnya.
Sedangkan penerimaan bea masuk pada 2023 ini tercatat Rp 50,8 triliun atau baru 95,8 persen dari target. Penerimaan ini terkoreksi imbas penurunan nilai impor sebesar -6,8 persen.
"Tarif dari bea masuk kita itu sebetulnya efektif 1,43 persen, sedikit naik dari tahun lalu yang 1,35 persen, itu terutama apa barang-barang import yang terbesar dan penting," tutur dia.
Baca juga: Kenaikan Cukai 10 Persen Bakal Dongkrak Konsumsi Rokok Ilegal
"Ini karena kita sedang impor mobil listrik segala macam ya, mobil kendaraan roda empat itu termasuk yang paling besar kendaraan, beras karena kita untuk menstabilkan harga pangan tadi import beras tinggi dan yang ketiga mesin penambangan. Karena tadi banyak sekali tambang-tambang untuk di dalam rangka untuk meningkatkan hilirisasi," imbuhnya.
Sementara untuk realisasi bea keluar pada 2023 ini tercatat Rp 13,5 triliun atau 68,3 persen dari target. Penerimaan bea keluar ini tidak sesuai harapan lantaran penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) disamping hilirisasi produk mineral.
"Bea keluar dalam hal ini realisasinya hanya 68,3 persen, ini kenapa kalau kita lihat bea keluar mencerminkan, satu harga CPO yang turun sangat tajam ini yang menyebabkan kemudian dia keluarnya menjadi turun," kata dia.
"Yang kedua mencerminkan dari kebijakan hilirisasi dengan produk-produk mineral nikel itu yang enggak boleh diekspor dalam bentuk bahan mentah maka bea keluarnya langsung drop," sambungnya.