Pasar Respons Negatif Rilis Bank Dunia, Rupiah Melemah ke Level Rp 15.569
Rupiah ditutup melemah 49 poin pada penutupan pasar hari ini, Rabu (10/1/2024).
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rupiah ditutup melemah 49 poin pada penutupan pasar hari ini, Rabu (10/1/2024).
Sebelumnya, mata uang Garuda sempat melemah 65 poin di level Rp 15.569 dari penutupan sebelumnya di level Rp 15.520.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 15.550 - Rp 15.600," ujar Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Baca juga: Kejagung: Kerugian Negara dari Korupsi PT Timah Capai Ratusan Triliun Rupiah
Dari luar negeri, kata Ibrahim, fokus utama tetap pada, data CPI AS yang dirilis pada hari Kamis diperkirakan menunjukkan inflasi sedikit meningkat di bulan Desember.
"Inflasi yang stagnan, ditambah dengan tanda-tanda ketahanan pasar tenaga kerja baru-baru ini, memberikan ruang bagi The Fed untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama," tambah Ibrahim.
Sedangkan dari dalam negeri, pasar merespon negatif dari rilis Bank Dunia, dalam Global Economic Prospects January 2024 memperkirakan ekonomi global akan melambat ke 2,4 persen pada tahun ini dibandingkan 2,6 persen pada 2023.
Baca juga: Cadangan Devisa Melonjak, Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp 15.520
"Sedangkan, ekonomi dunia diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 2,7 persen pada 2025, proyeksi tersebut lebih rendah dibandingkan pada Juni lalu yakni 3,0 persen," tutur Ibrahim.
Pertumbuhan sebesar 2,6 persen pada 2023 juga akan menjadi yang terendah dalam 50 tahun, di luar resesi global saat pandemi. Bank Dunia juga menyebut ini adalah kali pertama mereka memperkirakan pertumbuhan ekonomi terus melandai selama tiga tahun beruntun.
Bank Dunia juga mengingatkan adanya risiko besar untuk pertumbuhan ke depan dari konflik di Timur Tengah, gangguan di pasar komoditas, mahalnya ongkos pinjaman, bengkaknya utang, melandainya ekonomi China, inflasi yang masih tinggi, serta perubahan iklim yang ekstrim.
Sementara untuk Indonesia, Bank Dunia mempertahankan proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini di angka 4,9 persen. Namun, mereka memangkas proyeksi 2025 menjadi 4,9 persen, dari 5,0 persen pada proyeksi Juni lalu.Proyeksi bank dunia tidak sejalan dari proyeksi pemerintah sebesar 5,2 persen.
"Salah satu dampak sulitnya pertumbuhan ekonomi 2024 di 5,2 persen adalah Indonesia tidak akan lagi mendapat berkah dari lonjakan harga komoditas untuk tahun ini dan tahun depan sehingga akan berpengaruh terhadap ekspor impor serta melandainya ekonomi China salah satu mitra bisnis terbesarnya," tutur Ibrahim.