Hilirisasi Nikel Terancam LFP, Politikus PDIP: Pemerintah Harus Cari Alternatif Energi Lainnya
Pasar nikel dunia dalam beberapa waktu terakhir ini trennya terus menunjukkan pelemahan.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDIP, Darmadi Durianto mengaku pesimis program hilirisasi tambang nikel bakal terealisasi dalam jangka panjangnya.
Pasalnya, kata dia, sejumlah pabrikan (otomotif seperti Tesla, BYD) yang sebelumnya membutuhkan bahan baku nikel sebagai komponen kendaraan listriknya perlahan kini tengah melirik atau beralih ke Lithium Ferro Phosphate (LFP) sebagai alternatif.
"Kehadiran LFP tentu saja bisa jadi ancaman terhadap keberadaan Nikel kita. Mengutip data dari media, periode 2018-2022 pangsa pasar baterai LFP global naik dari 7 persen menjadi 27%, sedangkan baterai nikel kadar tinggi (high-nickel) turun dari 78% menjadi 66%. Data ini menunjukkan setidaknya dalam jangka panjang, pasar akan cenderung meninggalkan Nikel. Dibandingkan Nikel, LFP kan secara hitungan ekonomi dan investasinya jauh lebih murah dan efisien," kata Anggota Komisi VI DPR itu, Selasa (23/1/2024).
Baca juga: CEK FAKTA Betulkah Klaim Cak Imin Hilirisasi Industri Nikel Didominasi Pekerja Asing?
Kondisi semacam itu, lanjut dia, jelas akan berdampak terhadap program hilirisasi yang tengah digembar-gemborkan pemerintah saat ini.
"Pesimis saya program hilirisasi bakal terealisasi di tengah bermunculannya inovasi-inovasi baru dari negara-negara luar (LFP salah satunya). Pasar tidak mungkin mau serap nikel kita kalau ada alternatif lain yang jauh lebih murah costnya dan lebih safety dalam hal penggunaannya," ujar Bendahara Megawati Institute itu.
Darmadi mengaku sependapat dengan gagasan salah satu komisaris utama PT Pertamina yang menyarankan agar pemerintah mencari alternatif energi lain sebagai upaya mewujudkan program hilirisasi.
"Saya kira usulan Pak Ahok soal perlunya kembangkan energi berbasis Hidrogen itu sangat masuk akal. Selain ramah lingkungan, energi Hidrogen juga tak terlalu mahal. Dan bisa jadi pilihan masuk akal untuk merealisasikan cita-cita hilirisasi energi di masa depan. Pemerintah sekali lagi harus cari energi alternatif lainnya," ujarnya.
Yang perlu jadi perhatian juga, kata dia, pasar nikel dunia dalam beberapa waktu terakhir ini trennya terus menunjukkan pelemahan.
"Tahun lalu saja harganya sudah terkoreksi atau turun di angka 30 persen. Ke depan bahkan sejumlah analis memprediksi harga nikel akan terus melemah imbas terjadinya oversupply (kelebihan pasokan nikel sementara serapan pasar rendah)," tuturnya.
Darmadi mengingatkan, berbicara energi tentu landasan utamanya harus dititikberatkan pada nilai-nilai yang berpihak pada kemandirian.
"Sebagaimana digaungkan Bung Karno bahwa bangsa ini harus berdiri di atas kaki sendiri (Berdikari) terutama dalam hal ini yaitu mengelola sumberdaya alamnya. Kekayaan energi yang kita miliki seperti nikel juga harus ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bukan kepentingan oligarki," tegasnya.