Ekonom: Ironis Mentan Banggakan Data Jumlah Rumah Tangga Petani Meningkat
Sensus Pertanian 2023 Badan Pusat Statistik tersebut menunjukkan adanya kenaikan jumlah RTUP dari 26,14 juta
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengaku ironis melihat Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman membanggakan data kenaikan jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP).
Diketahui, Amran menggunakan data peningkatan jumlah RTUP untuk membantah pernyataan calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD yang menyebut jumlah petani semakin sedikit.
Data RTUP yang berasal dari Sensus Pertanian 2023 Badan Pusat Statistik tersebut menunjukkan adanya kenaikan jumlah RTUP dari 26,14 juta pada 2013, menjadi 28,42 juta pada 2023.
Baca juga: 11,5 Juta Petani Hadapi Ketidakpastian Soal Tanah, Bakal Berdampak Besar Terhadap Kerawanan Pangan
Andreas mengatakan, kenaikan jumlah RTUP itu tidak diikuti dengan penurunan jumlah usaha pertanian perorangan.
Kemudian, kata dia, jika dilihat dari pertumbuhan subsektor, data Sensus Pertanian 2023 juga menunjukkan adanya penurunan.
Contohnya seperti subsektor tanaman pangan turun sebesar 12,28 persen, hortikultura turun 10,44 persen, perkebunan turun 14,82 persen, peternakan turun 7,12 persen, diikuti perikanan, kehutanan, dan jasa pertanian yang juga menurun.
"Apa maknanya ketika jumlah rumah tangga petani meningkat, tetapi jumlah rumah tangga semua subsektor menurun?" kata Andreas di Jakarta Selatan, Selasa (23/1/2023).
"(Artinya) sebelumnya sedulur tani bisa menanam padi, dia masih punya ternak, masih bisa mengusahakan hortikultura, sekarang ketika tanam padi, hanya tanaman padi saja, tidak ada pendapatan di luar tanaman padi. Ini kan berisiko," ujar Andreas.
Kemudian, kata ekonom tersebut, tercermin lagi untuk jumlah petani berlahan sempit (memiliki lahan di bawah 0,5 hektar) yang bertambah pada tahun ini.
Dia bilang, ini justru sebelumnya menurun dari 63 persen ke 55 persen pada periode 2003-2013, lalu tahun 2023 meningkat lagi menjadi 62 persen.
Baca juga: Stok Melimpah, Pupuk Indonesia Pastikan Penuhi Kebutuhan Petani di Musim Tanam I
"Rata-rata petani itu memiliki lahan pertanian hanya 2.000 meter persegi sampai 2.500 meter persegi itu di Jawa," kata Andreas.
Jadi, ia menilai ironis jika Mentan membanggakan data RTUP untuk membantah pernyataan Mahfud MD.
"Jadi ini ironis dan ini repotnya dibanggakan oleh Kementerian Pertanian, dalam hal ini menterinya. Meningkat jumlahnya, tapi diikuti oleh penurunan di semua sektor," ujar Andreas.
"Berarti mengandung makna sedulur petani kita semakin lama kesejahteraannya semakin menurun dibanding dengan sektor-sektor lainnya," pungkasnya.
Bantahan Amran Terhadap Pernyataan Mahfud
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menilai sejumlah data yang keluar terkait dengan pertanian saat debat calon wakil presiden (cawapres) terakhir tidaklah tepat.
Amran pun menyayangkan hal tersebut dan merasa harus meluruskan sejumlah data yang ia sebut tidak tepat itu.
"Kami menyayangkan beberapa data tidak di-kroscek secara detail yang kami kawatirkan bisa menyebabkan disinformasi di masyarakat,” katanya dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (23/1/2024).
Kritikan Cawapres
Satu di antara data yang menurut Amran tidak tepat adalah soal penurunan jumlah petani yang dilontarkan oleh cawapres nomor urut 3 Mahfud MD.
Mahfud saat itu mengatakan, petani makin sedikit, lahan makin sempit. Ia juga menyebut subsidi setiap tahun juga naik.
Amran mengungkap, berdasarkan data Sensus Pertanian 2023, dalam 10 tahun terakhir jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) telah meningkat 8,74 persen.
Meski demikian, kata Amran, ada kondisi jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP) yang menurun sebesar 7,45 persen.
"Hal itu lebih dikarenakan usaha pertanian makin efisien karena meningkatnya penggunaan alat dan mesin pertanian yang menekan jumlah tenaga kerja," ujar Amran.
Menurut Amran, peningkatan penggunaan alat dan mesin pertanian menunjukkan keberhasilan transformasi pertanian tradisional menjadi pertanian modern.
Penggunaan mekanisasi disebut berhasil membuat efisiensi waktu pengolahan lahan hingga 97,4 persen.
“Sebagai contoh, dulu bertanam butuh 20 orang untuk 1 hektar, kini cukup satu orang selama 5 jam. Begitu pula panen dengan combine harvester cukup 2 orang per hektar selama 4 jam. Ini sangat efisien," kata Amran.
Ia mengungkap, level mekanisasi pertanian Indonesia terus naik, di mana pada 2015 lalu angkanya 0,5 Horse Power (HP) per hektar. Kemudian pada 2018, level meningkat menjadi 1,68 HP per hektar.
Tiga tahun kemudian, pada 2021, angkanya mencapai 2,1 HP dan dipredisksi tahun ini menjadi sekitar 3,5 HP/ha.
"Pemerintah menargetkan level mekanisasi Indonesia mampu setara dengan Jepang, Taiwan, dan negara lainnya," ujar Amran.