Jika Tren Harga Nikel Global Terus Turun, Investor Bakal Pikir-pikir Investasi di Indonesia
Pasar nikel global saat ini disebut-sebut tengah mengalami kelebihan pasokan.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) membeberkan dampak dari turunnya harga nikel di pasar global, terhadap program hilirisasi yang tengah dijalankan Pemerintah.
Ketua Umum Perhapi, Rizal Kasli mengungkapkan, sebenarnya untuk jangka pendek seperti saat ini, program hilirisasi komoditas mineral khususnya nikel, belum memberikan efek yang berarti.
Baik dari sisi kegiatan produksi operasional tambang maupun pembangunan pabrik peleburan (smelter).
Baca juga: Begini Nasib Program Jokowi Soal Hilirisasi Usai Anjloknya Harga Nikel Global
"Hal ini tidak berdampak kepada program hilirisasi pemerintah secara signifikan karena umumnya smelter nikel sudah banyak terbangun di Indonesia," ungkap Rizal saat dihubungi, Kamis (25/4/2024).
"Hanya beberapa yang masih dalah tahap konstruksi dan akan selesai dalam 1 tahun ke depan. Sebagian lagi masih dalah tahap perencanaan and financial closing," sambungnya.
Diketahui, pasar nikel global saat ini disebut-sebut tengah mengalami kelebihan pasokan.
Hal ini memberikan dampak terhadap harga nikel yang turun lebih dari 40 persen jika dibandingkan dari tahun lalu.
Komoditas mineral tersebut diperdagangkan di kisaran angka 16.000 dolar Amerika Serikat per ton, mendekati level harga terendah sejak 2021.
Namun, dampak negatif dapat dirasakan apabila tren penurunan harga nikel masih berlanjut dalam waktu yang panjang.
Tren penurunan harga nikel, lanjut Rizal, bisa saja mempengaruhi keseriusan para investor untuk berinvestasi dalam pengembangan hilirisasi di Tanah Air.
"Apabila harga terus turun sehingga menyentuh angka break event point ini akan mempengaruhi keseriusan investor dalam melanjutkan proyek tersebut atau investor akan mengambil langkah penundaan investasi," ungkap Rizal.
"Namun, investor yang sedang dalam masa konstruksi akan tetap menyelesaikan proyek tersebut dan beroperasi," lanjutnya.
Pabrik di Australia Terdampak dan Tutup, di Indonesia Juga Akan Tutup?
Diketahui, anjloknya harga nikel global turut berdampak terhadap tutupnya operasional tambang nikel di Australia.
Adapun, BHP Group akan menutup sementara sebagian konsentrator nikel Kambalda di Australia Barat pada Juni.
Ini dilakukan setelah Wyloo Metals, pemasok bijih ke pabrik tersebut, mengumumkan penghentian sementara penambangan karena harga nikel yang rendah.
Namun, Rizal menilai dampak penutupan operasional tidak akan terjadi di Indonesia.
"Di Negara lain seperti Australia memang ada tambang nikel yang ditutup sementara karena pengaruh harga ini. Namun, Indonesia masih memiliki keunggulan karena biaya produksi yang relative lebih rendah," jelas Rizal.
"Sehingga untuk saat ini belum terlihat pengaruh dari penurunan harga nikel tersebut. Penggunaan nikel umumnya saat ini lebih dari 85 persen digunakan sebagai stainless steel, plating, alloys, dan foundry," pungkasnya.