Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Nikel Indonesia Ancam Tambang Global, Sudah Banyak Yang Tutup

Indonesia yang merupakan produsen nikel terbesar di dunia membuat gebrakan di pasar nikel global, membanjirinya dengan pasokan nikel berbiaya rendah

Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Nikel Indonesia Ancam Tambang Global, Sudah Banyak Yang Tutup
(Dok. Harita Nickel)
Harita Nickel menjadi perusahaan nikel pertama yang menghasilkan produk hilirisasi berkat pengadaan Smelter di Kawasan Industri Pulau Obi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, SYDNEY – Indonesia yang merupakan produsen nikel terbesar di dunia membuat gebrakan di pasar nikel global, membanjirinya dengan pasokan nikel berbiaya rendah dalam jumlah besar.

Lonjakan produksi nikel ini memaksa para pesaing untuk menutup tambang-tambang yang tidak menguntungkan dan menimbulkan kekhawatiran di negara-negara Barat mengenai semakin besarnya dominasi China atas sumber daya strategis yang penting ini.

Tahun lalu, Indonesia meningkatkan produksi nikelnya sebesar 30 persen, mencapai 1,9 juta ton. Hebatnya, peningkatan ini terjadi meskipun permintaan global terhadap nikel, komponen penting dalam baterai kendaraan listrik (EV) dan baja tahan karat, hampir tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan, menurut bank investasi Macquarie.

Baca juga: Industri Nikel Australia Terpukul Indonesia, Nickel Industries Beri Bantuan ke Pesaing

Dorongan agresif yang dilakukan Indonesia ini telah menghasilkan peningkatan signifikan dalam pangsa pasarnya, meningkat dari hanya 16 persen pada 2017 menjadi 55 persen pada 2023.

Namun, peningkatan produksi yang besar ini juga berkontribusi terhadap penurunan tajam harga nikel dunia sebesar 43 persen selama setahun terakhir.

Para pedagang dan analis kini khawatir bahwa cengkeraman Indonesia terhadap pasokan global akan semakin meningkat karena rendahnya harga nikel yang memaksa produsen di negara lain menutup tambang yang tidak layak dan menghentikan pengembangan baru.

Berita Rekomendasi

"Jika kita melihat banyak proyek non-Indonesia yang gagal, maka pangsa Indonesia akan semakin tinggi. Saat ini, tidak ada alternatif lain. Tidak ada sumber yang besar. sedang dikembangkan atau disetujui di tempat lain,” kata Jim Lennon, analis pasar nikel di Macquarie.

Pertemuan antara peningkatan pasokan dan penurunan permintaan telah mengakibatkan harga nikel di London Metal Exchange (LME) anjlok hingga sekitar 16.500 dolar AS per ton pada tahun lalu, menyebabkan lebih dari separuh produksi nikel global menjadi tidak ekonomis, menurut Lennon.

Baca juga: Harga Nikel Lagi Ambles, Mantan Mendag Luthfi Bilang Ada yang Nggak Suka Dominasi China

Investasi Besar China

Perusahaan-perusahaan China, yang menyadari pentingnya nikel dalam produksi baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik, melakukan investasi besar pada nikel Indonesia untuk mendapatkan bahan baku yang hemat biaya.

Di samping itu, entitas China juga telah mengendalikan sebagian besar tambang, lokasi pemrosesan, dan perjanjian pasokan di Indonesia, sehingga memperburuk kekhawatiran ini.

“Dominasi Indonesia dan Tiongkok di pasar nikel merupakan ancaman nyata terhadap keamanan nasional dan internasional, serta lingkungan hidup,” kata Ashley Zumwalt-Forbes, wakil direktur baterai dan bahan penting di Departemen Energi AS

Tantangan Bagi Produsen Nikel Australia

Produsen nikel di Australia Barat, yang merupakan pusat produksi utama global, menghadapi tantangan besar di bulan Januari ini.

Wyloo Metals milik Andrew Forrest mengumumkan penutupan tambang nikelnya di wilayah tersebut, sementara BHP mengisyaratkan akan mengevaluasi opsi untuk operasi Nickel West mereka.

Sementara itu, penambang asal Australia, IGO, sedang mempertimbangkan untuk menghapuskan nilai tambang nikel Cosmos, yang diakuisisi 18 bulan lalu, dan First Quantum menghentikan penambangan di lokasi Ravensthorpe selama dua tahun.

Baru-baru ini, Menteri Sumber Daya Australia Madeleine King juga telah menyerukan agar para pembeli membayar lebih mahal untuk mendapatkan nikel yang lebih ramah lingkungan agar dapat menyamakan persaingan bagi para produsen nikel dibandingkan dengan Indonesia.

“Nickel Industries akan membayar dividen final sebesar 2,5¢ dan pembelian kembali saham hingga 100 juta dolar AS untuk mengatasi penurunan tajam harga yang mendorong pertemuan krisis antara produsen Australia,” kata menteri itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas