Tak Peduli Nasihat Moody's, Bank Sentral Israel Sesumbar Ekonomi Kuat Meski Biaya Perang Membengkak
Gubernur Bank of Israel Amir Yaron mengatakan perekonomian negaranya saat ini masih kuat meski tengah dilanda konflik panas dengan milisi Hamas.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Gubernur Bank of Israel Amir Yaron mengatakan perekonomian negaranya saat ini masih kuat meski tengah dilanda konflik panas dengan milisi Hamas.
“Kami tahu bagaimana memulihkan masa-masa sulit, kami akan meningkatkan kepercayaan pasar dan perusahaan pemeringkat di Israel untuk mengatasi masalah ekonomi sesegera mungkin,” kata Yaron, dikutip dari Reuters.
“Kami yakin peringkat negara setelah kita memenangkan perang," imbuh Yaron.
Baca juga: Pengangguran Menurun, Ekonomi Amerika Tahun Ini Diproyeksi Menguat
Pernyataan tersebut dilontarkan Yaron menanggapi isu pemangkasan peringkat kredit ekonomi Israel yang dilakukan lembaga survei keuangan global Moody’s, dari awalnya berada di tingkat A1 turun menjadi A2.
Selain memangkas skor kredit Israel, Moody's juga menurunkan prospek utang Israel menjadi 'negatif' karena adanya "risiko eskalasi" perang yang meluas antara militer Israel dengan Hamas serta kelompok militan Lebanon, Hizbullah.
"Konflik militer yang sedang berlangsung akan menyebabkan dampak atau konsekuensi yang lebih luas secara material bagi Israel serta melemahkan lembaga eksekutif dan legislatif dan kekuatan fiskalnya, untuk masa mendatang," kata juru bicara Moody's.
Moody’s berdalih pemangkasan dilakukan lantaran rasio utang terhadap PDB Israel terus menunjukkan kenaikan hingga diperkirakan mencapai puncaknya 67 persen pada tahun 2025, berbanding jauh dengan rasio utang tahun 2023 yang hanya 62,1 persen.
Kondisi tersebut kian diperparah dengan defisit anggaran militer sebesar 582 miliar shekel atau sekitar 155 miliar dolar AS yang digunakan pemerintah untuk membeli perlengkapan dan alat tempur serta membiayai perekrutan tentara cadangan yang akan dikirim ke Gaza.
Sebelum pemangkasan kredit dilakukan Moody’s sempat memperingatkan Israel bahwa mereka bisa menurunkan prospek kredit Israel apabila pembengkakan anggaran akibat perang tak kunjung dipangkas.
Namun peringatan tersebut diabaikan Israel, alasan tersebut yang membuat Mood’s memangkas peringkat negara tersebut menjadi "A2" mengikuti langkah S&P Ratings yang bulan lalu menurunkan peringkat kredit Israel Dari stabil menjadi negatif.
Baca juga: Kapal RS Indonesia Menuju Laut Merah, akan Tiba di Mesir Minggu Depan
Menkeu Israel Ajukan Protes
Mengetahui Moody’s melakukan pemangkasan peringkat kredit ekonomi Israel, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich langsung mengajukan protes, ia menyebut hasil pemangkasan lembaga pemeringkat Moody's tidak didasarkan pada alasan yang masuk akal.
“Perekonomian Israel kuat dalam segala hal. Keputusan Moody's itu mencerminkan kurangnya kepercayaan pada keamanan dan kekuatan nasional Israel, serta kurangnya kepercayaan pada kebenaran jalan Israel dalam menghadapi musuh-musuhnya," jelas Bezalel.
Senada dengan Menkeu Bezalel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ekonomi Israel kuat dan penurunan peringkat ini sepenuhnya disebabkan oleh fakta bahwa negaranya sedang berperang. Ia bersumpah bahwa setelah perang berakhir, peringkat tersebut akan naik sekali lagi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.