Politisi PKS Minta Jokowi Evaluasi Kebijakan Hilirisasi Nikel
Menurutnya, pemerintah jangan terlalu bernafsu meningkatan kapasitas ekspor nikel yang mengakibatkan pasokan nikel di pasar internasional berlebih.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, meminta pemerintah mengevaluasi pelaksanaan hilirisasi nikel yang berjalan selama ini.
Menurutnya, pemerintah jangan terlalu bernafsu meningkatan kapasitas ekspor nikel yang mengakibatkan pasokan nikel di pasar internasional berlebih dan mengakibatkan harga anjlok.
Mulyanto minta Presiden Joko Widodo mengkaji secara komprehensif program hilirisasi nikel demi optimalnya penerimaan keuangan negara dan kesejahteraan masyarakat.
"Jangan menguras cadangan nikel untuk produk setengah jadi seperti feronikel dan NPI (nickle pig iron) dengan harga jual murah seperti sekarang ini. Apalagi kalau industri ini menggunakan energi kotor dan limbahnya dibuang ke laut," kata Mulyanto kepada wartawan Selasa (13/2/2024).
"Sementara operasional smelter dijalankan secara ugal-ugalan, sehingga telah banyak menewaskan pekerja," imbuh Mulyanto.
Mulyanto menduga bila dihitung dengan cermat, jangan-jangan program hilirisasi yang dibangga-banggakan Jokowi malah merugikan.
Dengan insentif besar yang diberikan pemerintah untuk industri smelter, maka di saat harga jual nikel yang anjlok seperti sekarang ini, bisa jadi penerimaan negara malah minus bukannya untung.
"Dengan merosotnya harga nikel ini, tentu memukul pelaku usaha di sektor komoditas ini. Kalaupun penambang kita hari ini belum gulung tikar, seperti yang terjadi di beberapa negara penghasil nikel, ini karena sebagian tambang kita terintegrasi dengan smelter, serta ditopang oleh Pemerintah," ujar anggota Fraksi PKS itu.
Hilirasasi Indonesia Rugikan Uni Eropa
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan untuk menghentikan ekspor bijih nikel ke Uni Eropa sejak tahun 2020 hingga sekarang.
Kebijakan tersebut diambil dengan mempertimbangkan bahwa nilai ekspor akan lebih menguntungkan apabila bijih nikel diubah menjadi komoditas yang lebih bernilai.
Bersadarkan data BPS tanggal 18 September 2022, nilai ekspor komoditas turunan nikel meningkat signifikan sejak pemerintah memberlakukan pelarangan ekspor bijih nikel di awal tahun 2020.
Namun, kebijakan larangan ekspor bijih nikel mendapat protes keras dari Uni Eropa dengan mengugat Indonesia melalui World Trade Organization (WTO) pada awal tahun 2021.
Keterlibatan Indonesia dalam WTO dilatarbelakangi pada kepentingan nasional dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.