Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Keluhkan Banjirnya Barang Impor, Pelaku Industri Plastik Butuh Kepastian Hukum

Salah satu perusahaan industri hulu anggota Inaplas bahkan mengeluhkan sepinya permintaan sehingga utilisasi pabrik menurun hingga 55 persen

Penulis: Sanusi
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Keluhkan Banjirnya Barang Impor, Pelaku Industri Plastik Butuh Kepastian Hukum
Istimewa
Ilustrasi plastik 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku industri plastik mendesak pemberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor untuk dipercepat, pasalnya pasar dalam negeri kini semakin dibanjiri barang impor yang menekan industri plastik hulu, intermediate dan hilir.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), Budi Susanto Sadiman dengan tegas mengatakan, Permendag No.36 Tahun 2023, sangat penting sebagai upaya menghadirkan kepastian hukum dalam berusaha dan investasi pengaturan impor produk plastik.

Baca juga: Jaga Industri Dalam Negeri di Tengah Ajakan Boikot, Kemenperin Lakukan Pengetatan Arus Barang Impor

"Peraturan ini untuk menciptakan kerangka hukum yang jelas tentang apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam impor produk plastik, maka itu harus dipercepat. Ini juga memberikan kepastian kepada pelaku usaha tentang regulasi yang harus mereka patuhi saat mengimpor dan/atau memproduksi produk plastik," ungkap Budi saat dihubungi kemarin.

Salah satu perusahaan industri hulu anggota Inaplas bahkan mengeluhkan sepinya permintaan sehingga utilisasi pabrik menurun hingga 55 persen dari kapasitas normal dan margin semakin menipis bahkan negatif. Oleh karena itu, pelaku industri plastik berharap agar pengendalian impor melalui Permendag 36 th 2023 dapat mengurangi banjir impor sehingga industri dalam negeri dapat bertahan dan kembali normal.

Budi kembali menegaskan, ini salah satu bentuk kepastian hukum dalam berusaha dan investasi adalah upaya menjaga keseimbangan antara daya saing industri dalam negeri dan laju impor sehingga tidak terjadi praktik persaingan yang tidak sehat (unfair trade).

"Semua itu demi menjaga ekosistem perdagangan bahan baku plastik dan plastik hilir yang berkeadilan," ujar Budi.

Menurutnya konsumsi bahan baku plastik cenderung meningkat dan sebagian besar akan dapat dipenuhi dari dalam negeri melalui berbagai proyek perluasan.

Berita Rekomendasi

Namun demikian, masih terjadi peningkatan impor baik untuk bahan baku plastik dan film plastik maupun turunannya, termasuk melalui praktek dumping.

Pada tahun 2017, pemerintah pernah mengenakan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas produk Biaxially Oriented Polypropylene (BOPP) dalam bentuk film, plat lembaran, foil dan lainnya yang berasal dari Thailand dan Vietnam berdasarkan PMK No. 1 Tahun 2017. Tarif BMAD yang dikenakan sebesar 28,4 persen terhadap produk BOPP yang diproduksi oleh perusahaan Thailand selain A.J Plast Publick Company Limited.

Baca juga: Dengar Harga Barang Branded Hasil Narkoba Selebgram Adelia, Begini Reaksi Hakim

Sedangkan tarif BMAD sebesar 3,9 persen dikenakan kepada produk BOPP yang diproduksi oleh perusahaan Vietnam. Pemerintah mengenakan pajak tambahan bea masuk tersebut selama dua tahun sejak ketentuan BMAD berlaku efektif pada 30 Januari 2017.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas