Mendag Zulhas Beberkan Alasan Harga Beras Premium Mahal: Suplai Kurang karena Masa Tanam Geser
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan membeberkan alasan harga beras premium mahal.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan membeberkan alasan harga beras premium mahal.
Menurut pria yang akrab disapa Zulhas itu, beras premium tengah mengalami kenaikan harga karena kurangnya suplai.
Kekurangan suplai ini diakibatkan oleh masa tanam yang bergeser akibat dari fenomena kekeringan yang melanda Indonesia, yaitu El Nino.
Baca juga: Update Harga Pangan per 26 Februari: Minyak Goreng, Gula, dan Beras Dijual Murah Jelang Ramadan
Kata Zulhas, biasanya masa tanam padi itu dilakukan pada Agustus hingga September. Bila dilakukan pada bulan-bulan itu, sekarang ini seharusnya sudah masuk masa panen.
Namun, karena El Nino, masa tanam baru bisa dilakukan pada awal tahun ini, sehingga Zulhas menyebut panennya baru bisa dimulai pada Maret mendatang.
"Biasanya Agustus, September tanam, sekarang sudah panen. Ini (sekarang) baru tanam (jadinya) bulan depan panen sebagian, bulan April lagi, kemudian Juni," kata Zulhas ketika ditemui usai meninjau bahan pokok di Pasar SS Klender, Cakung, Jakarta Timur, Senin (26/2/2024).
Ia mengatakan, jika masyarakat terus mencari beras premium, akan menyebabkan kenaikan harga karena stoknya sedang terbatas.
"Kalau itu (beras premium) terus yang dicari, pasti harganya akan naik terus. Barangnya kan terbatas," ujar Zulhas.
Maka dari itu, pemerintah kini telah mempersiapkan alternatif, yaitu dengan membanji masyarakat dengan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) milik Bulog.
"Pemerintah menyiapkan alternatif. Tadi banyak dibanjiri beras-beras Bulog. Berasnya enak juga. Bagus," ujar Zulhas.
"Jadi, sebetulnya kalau harga ini (beras premium) mahal, diharapkan masyarakat bisa beli alternatif (yaitu beras SPHP). Wong berasnya bagus juga kok," lanjutnya.
Baca juga: Bulog Guyur 300 Ton Beras SPHP ke Pasar Johar Karawang, Harga Diklaim Mulai Turun
Adapun pemerintah telah meningkatkan gelontoran beras SPHP ke masyarakat. Sebelumnya digelontorkan sebanyak 100 ribu ton per bulan.
Sekarang, beras SPHP digelontorkan hingga 250 ribu ton per bulan sebagai upaya menekan harga beras.
Indonesia Kekurangan Beras 2,8 Juta Ton
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi membeberkan alasan harga beras saat ini mahal.
Ia mengatakan, gejolak harga beras yang belakangan ini tengah terjadi disebabkan oleh produksi yang mengalami depresiasi.
Disparitas antara produksi dan konsumsi beras nasional terus mengalami defisit dalam 8 bulan terakhir.
"Dalam 8 bulan terakhir, jumlah produksi versus konsumsi beras kita mengalami defisit," kata Arief dalam keterangannya, Jumat (23/2/2024).
"Meskipun total tahun 2023 kita masih surplus 340 ribu ton, tapi kemudian di Januari dan Februari 2024 ini produksi versus konsumsi kita minus 2,8 juta ton," lanjutnya.
Selain itu, menurut Arief, harga beras itu juga mengikuti harga gabah. Contoh, jika harga gabah rata-rata Rp 8.000-8.500, harga berasnya Rp 16.000.
"Kenapa demikian? Memang ini terjadi di seluruh dunia ya, tidak hanya di Indonesia. Tapi percayalah bahwa pemerintah itu akan menyeimbangkan antara harga di hulu dengan harga di hilir," ujar Arief.
Terkait dengan indeks harga beras dunia, FAO (The Food and Agriculture Organization) dalam laporan terbarunya menyebutkan pada Januari tahun ini mencapai 142,8 poin.
Indeks ini mengalami kenaikan 13 persen dibandingkan nilai tahun sebelumnya dan merupakan angka tertinggi selama 4 tahun terakhir.
Untuk diketahui, indeks harga beras dunia tertinggi selama 2023 tercatat di Oktober 2023 dengan poin 142,4 poin.
Arief mengatakan, saat ini harga beras sifatnya volatile (bergejolak). Ia pun menilai perintah Presiden Jokowi untuk mengimpor beras sejak tahun lalu merupakan langkah tepat.
Ia pun tak bisa membayangkan jika dalam kondisi hari ini negara tidak punya stok CPP (Cadangan Pangan Pemerintah).
Sementara itu, pemerintah harus melakukan intervensi dalam mengatasi fluktuasi beras di masyarakat.
"Dengan ini, polemik importasi sebenarnya terbantahkan hari ini karena pemerintah itu melakukan importasi untuk penguatan CPP dan itu stok yang kita pakai hari ini untuk melakukan stabilisasi. Intervensi berupa membanjiri beras Bulog ke pasar-pasar wajib dilakukan,” pungkas Arief.