Di Tengah Gempuran Baterai LFP, Kemenko Marves Sebut Nikel RI akan Selalu Digunakan Dunia
Baterai NMC lebih tahan di cuaca dan temperatur ekstrem, di mana jika saat musim salju dan sebagainya, baterai NMC bisa tahan menghadapi itu.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggunaan baterai dengan jenis Lithium Ferro-Phosphate (LFP) kini sedang populer. Tren penggunaan ini tentunya akan menggerus popularitas baterai berbasis nikel.
Meski demikian, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves) menilai nikel milik Indonesia akan tetap selalu digunakan dunia.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenkomarves Rachmat Kaimuddin mulanya menjelaskan perbedaan antara LFP dengan baterai berbasis nikel, mangan, cobalt (NMC).
Ia mengatakan, NMC biasanya memiliki kerapatan energi (energy density) yang lebih tinggi.
Baca juga: Perusahaan Jerman Suplai Kaleng Silinder Baterai Lithium-ion EV ke Panasonic Energy
"Performanya lebih bagus, oleh karena itu biasanya digunakan oleh mobil-mobil yang high end," kata Rachmat dalam acara bertajuk "Update Investasi KBLBB Kepada Stakeholder" di Jakarta, Jumat (1/3/2024).
Ia mengatakan, baterai NMC lebih tahan di cuaca dan temperatur ekstrem. Contoh jika saat musim salju dan sebagainya, baterai NMC bisa tahan menghadapi itu.
Namun, NMC memiliki harga yang lebih mahal. Terlebih, saat harga nickel sedang tinggi-tingginya, harga baterai NMC menjadi sangat mahal.
Sementara itu, kata Rachmat, baterai LFP memiliki keunggulan dari sisi harga, yakni lebih terjangkau, tetapi di musim salju daya baterainya cepat habis.
"Kalau LFP katanya kadang-kadang suka discharge gitu. Jadi kalau ditaruh di salju tiba-tiba sudah habis baterainya. Itu memang fisikanya dia gitu ya atau chemistry-nya dia memang seperti itu," ujar Rachmat.
Jika di Indonesia, negara yang memiliki iklim tropis, cocok menggunakan baterai LFP maupun NMC. Namun, kalau di negara yang ada musim saljunya, Rachmat menyebut lebih dibutuhkan NMC.
Maka dari itu, Rachmat memastikan bahwa tak perlu khawatir dengan industri nikel yang dimiliki Indonesia karena akan selalu digunakan dunia.
Sebab, dua per tiga wilayah yang menguasai pasar mobil dunia, berasal dari negara atau benua yang memiliki musim salju.
"Jadi, jangan khawatir mengenai industri nikel Indonesia, terlepas kita banyak yang pakai LFP apa enggak. Ya apalagi pasar (mobil) kita kecil, nikel kita akan selalu digunakan, baik itu untuk battery material maupun untuk stainless steel dan sebagainya," tutur Rachmat.
Ia mengatakan, saat ini Indonesia fokus dulu ke elektrifikasi, baik itu mendorong penggunaan NMC maupun LFP.
Untuk mobil-mobil high end menggunakan NMC, sementara mobil-mobil low end, dipersilakan menggunakan baterai LFP.
"Kita yang penting nanti semua pabriknya, baik NMC dan LFP ada di Indonesia. Itu kira-kira strategi kita," kata Rachmat.