Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kisah Ashab Alkahfi, Nyaris Drop Out Saat Kuliah, Kini Namanya Masuk Forbes Under 30 Under 30

Idenya kala itu membangun kandang ayam yang menerapkan teknologi digital agar bisa meningkatkan produktifitas ternaknya

Penulis: Willem Jonata
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Kisah Ashab Alkahfi, Nyaris Drop Out Saat Kuliah, Kini Namanya Masuk Forbes Under 30 Under 30
Instagram @ashabalkahfi
Ashab Alkahfi tercatat dalam Forbes 30 Under 30 sebagai game changer yang berhasil mendigitalisasi peternakan ayam 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Willem Jonata 

TRIBUNNEWS.COM - Nasib orang siapa yang tahu. Secara akademis capaian Ashab Alkahfi biasa-biasa saja. Bahkan nyaris drop out dari kampusnya Universitas Brawijaya.

Namun, kini ia menjadi salah satu dari sekian banyak pemuda yang mencatatkan prestasi dengan memberi dampak positif di industri peternakan unggas di Indonesia.

Ashab Alkahfi adalah co-founder dari perusahaan agritech bernama Chickin Indonesia yang didirikannya sejak berstatus mahasiswa. Tepatnya saat memasuki tingkat dua perkuliahan.

Idenya kala itu membangun kandang ayam yang menerapkan teknologi digital agar bisa meningkatkan produktifitas ternaknya.

Ia mulai merancang projectnya dan mencari pendanaan dengan mengajukan dan mempresentasikan prototype pertamanya melalui salah satu program di kampusnya.

Baca juga: Bisnis Pembiayaan Kendaraan Lesu di Awal Tahun, Bos Adira: Kita Harus Gaspol Setelah Lebaran Ini

Dari prototype tersebut, Ashab mendapatkan pendanaan dari kampus sebesar 3 juta rupiah. Modal yang relatif kecil untuk mewujudkan bisnisnya, namun menjadi pembuka untuk langkah selanjutnya.

Berita Rekomendasi

Selanjutnya, ia memutar otak mencari cara lainnya untuk mendapatkan pendanaan, mulai dari memperbaiki proposalnya, mengikuti berbagai kompetisi bisnis hingga mencari investor baik dari keluarga, teman, dosen, siapapun yang ia kenal.

Dari modal yang terkumpul, ia membangun kandang ayam pertamanya di Klaten, Jawa Tengah.

"Alhamdulillah akhirnya bisa bangun kandang ayam sendiri. Walaupun karena keterbatasan satu dan lain hal, saya bangun kandangnya di Klaten, jauh dari kampus maupun tempat tinggal,” kenang Ashab.

Ashab saat itu masih aktif sebagai mahasiswa Jurusan Agroekologi di Universitas Brawijaya harus berbagi waktu, fokus dan tenaga antara kegiatan perkuliahan dengan bisnis yang telah dia mulai.

Diakuinya tak jarang bolos kuliah karena jarak dari kandang ternaknya dan kampus cukup jauh. Maklum, ia harus bolak-balik dari Klaten-Malang menggunakan bus umum.

Bahkan sering kali ia menginap selama berhari-hari di kandang untuk merawat ayam dan melakukan riset.

Berkat ketekunan, jaringan bisnis dan pertemanan Ashab semakin terbuka.

Ia mulai berkenalan dengan berbagai pihak di industri peternakan ayam broiler mulai dari supplier, perusahaan kemitraan hingga bakul ayam di pasar. Termasuk bertemu dua co-founder lainnya, Tebe dan Ahmad yang berasal dari kampus yang sama.

“Kami berasal dari fakultas yang berbeda, namun dipertemukan dalam beberapa kesempatan sampai akhirnya ngobrol banyak dan ternyata kita punya visi dan value yang sama. Jadi kita putuskan bersama, berkomitmen untuk mengembangkan peternakan ini menjadi sebuah perusahaan Farm Tech bernama Chickin” ungkap Ashab.

Bergabungnya co-founder menjadi tambahan kekuatan, dengan berbagi peran banyak kemajuan terjadi dalam pertumbuhan bisnis mereka. Namun sebagaimana bisnis yang baru dirintis, banyak tantangan dan ketidakstabilan yang dihadapi mulai dari kegagalan uji coba, kurangnya modal, hingga penolakan.

Mereka terbiasa bekerja hingga 18 jam sehari dan bekerja tanpa gaji selama dua tahun pertama.

Kerja keras dan kegigihan mereka mulai membuahkan hasil di tahun ketiga, saat akhirnya mereka mendapatkan kepercayaan dan pendanaan dari investor global.

Percepatan pun mulai terjadi, Chickin berkembang menjadi beberapa unit bisnis dan teknologi yang dikembangkan resmi di-launching ke publik.

Baca juga: Sempat Tutup Semua Toko, Produsen Sepatu dan Tas Perempuan Ini Kembali Jualan Offline

Tahun ini ekosistem Chickin Indonesia telah membersamai lebih dari 12.000 peternak ayam dan telah mendistribusikan lebih dari 30 juta kilogram daging ayam di seluruh Indonesia.

Dari yang awalnya tiga orang, kini telah berkembang menjadi lebih dari 300 tim profesional dan 50 mitra bisnis.

Dengan semua pencapaiannya, Ashab berhasil tercatat dalam Forbes 30 Under 30 sebagai game changer yang berhasil mendigitalisasi peternakan ayam.

Sebuah pengharagan dari majalah bisnis global bagi orang-orang berusia dibawah 30 tahun yang berhasil membuat terobosan baru dan memberikan dampak besar untuk masyarakat.

Perjalanan mengembangkan Chickin Indonesia membuat Ashab banyak mengorbankan masa studinya sehingga ia harus menempuh waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan perkuliahannya.

Hampir 8 tahun berstatus sebagai mahasiswa, dia sempat mendapatkan surat peringatan drop out dari kampus.

“Beberapa dosen senior meminta saya untuk di drop out karena saya sempat menghilang selama bebeberapa semester, namun tak sedikit juga dosen yang memberikan dukungan agar saya segera menyelesaikan studi,” ungkap Ashab.

Akhirnya, bulan Februari lalu ia pun berhasil lulus dan sah menjadi seorang sarjana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas