Iran vs Israel Panas, OJK: Belum Ada Dampak terhadap Lembaga Jasa Keuangan
Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah antara Israel dan Iran dipastikan belum berdampak langsung pada Lembaga Jasa Keuangan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah antara Israel dan Iran dipastikan belum berdampak langsung pada Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
Kendati demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan akan menganalisis terlebih dahulu terkait dampak yang akan ditimbulkan ke depannya.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila menyampaikan OJK mendorong masing-masing Lembaga Jasa Keuangan untuk memantau kondisi tersebut.
Baca juga: Israel Klaim Bisa Hancurkan Iran dengan Operasi Senyap, Terbukti dari Serangan Jumat Lalu
"Saat ini, sebenarnya secara langsung tidak ada dampaknya. Namun, kami mewaspadai dampak turunannya. Jadi, bagaimana dampaknya ke kondisi perekonomian sekarang, termasuk ke kurs mata uang, tentu tantangannya besar," katanya saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (19/4).
Iwan mengatakan konflik yang terjadi antara Iran dengan Israel mungkin secara tidak langsung akan berdampak pada industri asuransi.
Salah satunya kemungkinan besar proses perusahaan asuransi menjual produk akan lebih sulit dan tantangannya besar.
"Jadi, hal itu mesti diperhatikan oleh perusahaan asuransi," ujarnya.
Selain itu, Iwan bilang investasi pada saham di pasar modal mungkin juga harus diperhatikan, seperti jenis saham yang akan dibeli dan lainnya. Secara umum, dia melihat posisi industri pada saat ini masih cukup kuat.
Meskipun demikian, OJK akan tetap mengalisisi dampak yang ditimbulkan ke depannya.
Iwan juga menyebut OJK akan berkoordinasi dengan KSSK untuk memantau konflik yang tengah terjadi. Ketika mengetahui hal yang dibutuhkan, tentu OJK pasti akan mengambil tindakan.
Baca juga: Israel Klaim Bisa Hancurkan Iran dengan Operasi Senyap, Terbukti dari Serangan Jumat Lalu
Rupiah Tembus Rp 16.000, OJK: Belum Berpengaruh Besar Terhadap Permodalan Bank
OJK menilai risiko yang dihadapi industri perbankan nasional akibat penguatan dolar Amerika Serikat beberapa waktu ini masih dapat dimitigasi dengan baik.
Berdasarkan hasil uji ketahanan (stress test) yang dilakukan OJK, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini relatif tidak signifikan berpengaruh langsung terhadap permodalan bank, mengingat posisi devisa neto (PDN) perbankan Indonesia yang masih jauh di bawah threshold dan secara umum dalam posisi PDN “long” (aset valas lebih besar dari kewajiban valas).
Baca juga: Sepekan Terakhir Rupiah Tembus Rp 16.000, Apa saja Pemicunya?
Bantalan permodalan perbankan yang cukup besar (CAR yang tinggi) diyakini mampu menyerap fluktuasi nilai tukar rupiah maupun suku bunga yang masih tertahan relatif tinggi.
Porsi Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam bentuk valuta asing saat inisekitar 15 persen dari total DPK Perbankan. Sampai akhir Maret 2024, DPK valas masih tumbuh cukup baik secara tahunan (yoy) maupun dibandingkan dengan awal tahun 2024 (ytd).
Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini juga dapat memberikan efek positif terhadap ekspor komoditas dan turunannya yang diharapkan dapat mengimbangi penarikan dana non-residen dan mendorong industri dalam negeri untuk meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri dalam proses produksinya.
OJK melakukan uji ketahanan (stress test) secara rutin terhadap perbankan dengan menggunakan beberapa variabel skenario makroekonomi dan mempertimbangkan faktor risiko utama yaitu risiko kredit dan risiko pasar.
OJK senantiasa melakukan pengawasan secara optimal untuk memastikan bahwa berbagai risiko akibat pelemahan nilai tukar maupun suku bunga yang relatif tinggi terhadap masing-masing bank termitigasi dengan baik.
OJK juga meminta bank untuk selalu melakukan pemantauan terkait potensi dampak transmisi dari perkembangan perekonomian global dan domestik terhadap kondisi bank dan melakukan langkah mitigasi yang diperlukan. Koordinasi dengan Anggota KSSK juga terus dilakukan disertai komitmen untuk terus mengeluarkan kebijakan yang dibutuhkan secara tepat guna dan tepat waktu.
Baca juga: Rupiah Melemah Turut Pengaruhi Utang Luar Negeri Indonesia Jadi Rp 6.630 Triliun
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dalam menghadapi dampak guncangan (shock) geopolitik global yang saat ini terjadi.
“Ketenangan dan rasionalitas dari masyarakat, serta koordinasi antar-otoritas terkait, merupakan faktor kunci dalam menghadapi dinamika perekonomian global yang saat ini terjadi,” kata Dian.
Menurutnya, sejauh ini, penguatan dolar AS terjadi terhadap seluruh mata uang secara global, tercermin dari Dollar Index yang mencatatkan tren kenaikan sejak akhir Maret 2024. Beberapa faktor yang memengaruhi penguatan dolar AS antara lain adalah kebijakan suku bunga high for longer yang masih berlanjut di tengah kuatnya perekonomian AS namun bersamaan dengan laju inflasi AS yang masih cukup jauh dari target 2 persen.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan The Fed yang menyatakan belum akan terburu-buru menurunkan suku bunga dan akan terus melihat perkembangan data-data perekonomian ke depan.
Sementara itu, tensi geopolitik yang meningkat di Timur Tengah setelah konflik langsung Iran dengan Israel menyebabkankekhawatiran akan terjadinya perang yang makin meluas dan dapat membebani perekonomian dunia terutama dari kenaikan harga komoditas energi dan mineral utama serta kenaikan biaya logistik seiring terganggunya jalur perdagangan utama akibat konflik di Timur Tengah dan Rusia-Ukraina.
Peningkatan tensi geopolitik dan ketidakpastian global ini menyebabkan dolar AS yang merupakan salah satu safe haven assetterus diburu para pelaku pasar dan mendorong penguatannya lebih lanjut.
Di sisi lain, perekonomian domestik juga terpengaruh oleh situasi geopolitik eksternal dimaksud sebagaimana terlihat dari data inflasi Indonesia Maret 2024 yang tercatat sebesar 0,52 persen (mtm) atau 3,05 persen (yoy) atau meningkat dibandingkan 2,75 persen (yoy) pada Februari 2024, meskipun masih tetap dalam rentang target yang ditetapkan.(Tribunnews.com/Kontan)