Jaga Harmoni antara Alam Lestari dan Industri Bernilai Ekonomi, Desa Sambak Jadi Desa Berprestasi
Singkatnya, warga desa berembuk dan menemukan solusi dengan membangun digester atau penampungan bahan-bahan organik dan atau limbah kotoran ternak.
Penulis: Imam Saputro
Editor: Febri Prasetyo
“Proses penjemuran itu penting sekali dijaga kopi agar tidak terkontaminasi bau, karena kopi kan sensitif terhadap bau sekitar, kalau dijemur di atas aspal, nanti kopinya bisa bau aspal,” terang Kuniadi.
Kopi Potorono yang dinamai sesuai dengan lokasi penanamannya-Bukit Potorono-dijual dengan harga Rp 17.000/100 gram atau Rp170.000/kg-nya.
“Sekarang pesanan sudah sampai Kalimantan, hampir seluruh Jawa Bali juga sudah pernah kami kirim,” kata dia.
"Ekspor ke luar negeri juga pernah, tapi belum bisa rutin karena kami kewalahan melayani pesanan dalam negeri ," tambahnya.
Kurniadi menyatakan Kopi Potorono dikenal sebagai kopi robusta yang dijaga kualitasnya sehingga digemari banyak pecinta kopi.
Kopi Potorono juga sering mewakili Kabupaten Magelang di berbagai pameran bidang FnB (Food and Beverages).
Upaya pelestarian hutan, petik manfaat ekonomi, hingga libatkan generasi muda
Di balik segarnya Kopi Potorono, ada peran Kepala Desa Sambak, Dahlan yang mengenalkan kopi kepada warganya.
Dahlan yang merupakan pria kelahiran Kabupaten Temanggung, daerah yang dikenal sebagai penghasil kopi di Jawa Tengah, merasa prihatin melihat ada hutan negara di Bukit Potorono yang belum dimanfaatkan dengan baik.
“Tahun 2007 saya jadi kades, 2008 itu mulai berfikir, ini ada lahan 66 hektar tapi kok hanya ditanami rumput buat pakan ternak, akhirnya saya kepikiran untuk coba ditanami kopi, karena sudah ada pengalaman di kampung kelahiran saya, ketinggian tempat, curah hujan Sambak dengan Temanggung mirip,” kata Dahlan.
Dahlan kemudian bekerja sama dengan dinas terkait untuk mulai mengembangkan perkebunan kopi di hutan negara di Bukit Potorono yang dikelola Perhutani.
“ Kerja sama masyarakat dengan Perhutani ada yang namanya Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), di Sambak namanya LMDH Wana Hijau Lestari,” beber Dahlan.
Tugas LMDH Wana Hijau Lestari adalah mengelola hutan untuk menghasilkan secara ekonomi maupun ekologis sosial untuk kepentingan masyarakat, dengan kewajiban menjaga hutan agar tetap terjaga dari pengerusakan.
Setelah berdiri, LMDH Wana Hijau Lestari menata lahan hutan negara seluas 96,4 Ha dengan memetak-metak lahan dikerjasamakan antara pengurus dengan petani.
“Petani dapat hak mendapatkan rumput tanaman hijauan untuk kebutuhan ternak mereka, sedangkan kewajibannya mengamankan petak lahan dari pengrusak yang tak bertanggung jawab,” ungkap Dahlan,