Viral Pengiriman Barang untuk SLB Tertahan di Bea Cukai Soekarno Hatta, Sri Mulyani Buka Suara
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani buka suara ihwal pengiriman barang untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dari Korea yang tertahan di Bea Cukai
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani buka suara ihwal pengiriman barang untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) dari Korea yang tertahan di Bea Cukai (BC) Bandara Soekarno Hatta pada 2022 lalu.
Menurut Sri Mulyani, tertahannya barang kiriman dari Korea di Bea Cukai Soekarno Hatta tersebut lantaran pengelola sekolah tidak melakukan tindak lanjut proses pengeluaran barang.
"Namun karena proses pengurusan tidak dilanjutkan oleh yang bersangkutan tanpa keterangan apa pun, maka barang tersebut ditetapkan sebagai Barang Tidak Dikuasai (BTD)," kata Sri Mulyani dikutip dalam akun Instagramnya, Minggu (28/4/2024).
Baca juga: Produsen Tembakau Iris Ini Berhasil Kantongi Izin Tambah Lokasi Usaha dari Bea Cukai Yogyakarta
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 240 Tahun 2012, BTD merupakan barang yang dibatasi untuk diekspor atau diimpor, yang tidak diselesaikan oleh pemiliknya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak disimpan di tempat penimbunan pabean atau tempat lain yang berfungsi sebagai tempat penimbunan pabean.
"Belakangan (di medsos twitter / X) baru diketahui bahwa ternyata barang kiriman tersebut merupakan barang hibah sehingga BC akan membantu dengan mekanisme fasilitas pembebasan fiskal atas nama dinas pendidikan terkait," tutur dia.
Sebelumnya mengutip Kompas, Ramai di media sosial X seorang dengan nama akun @ijalzaid atau Rizalz, mengaku berurusan dengan Bea Cukai Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) dan belum selesai hingga hari ini.
Padahal permasalahannya itu sudah terjadi sejak 2022 lalu. Rizalz mengaku mengelola Sekolah Luar Biasa (SLB) yang memperoleh bantuan alat pembelajaran tunanetra dari Korea Selatan, namun malah tertahan Bea Cukai ketika masuk Indonesia.
Supaya peralatan belajar tersebut bisa keluar dari bandara, SLB miliknya diwajibkan membayar ratusan juta rupiah. Belum selesai di situ, ia juga diminta membayar biaya penyimpanan gudang yang dihitung per hari.
Pihak sekolah menerima email tentang penetapan nilai barang sebesar Rp 361.039.239. Sekolah juga diminta mengirim sejumlah dokumen di antaranya konfirmasi setuju bayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp 116 juta, lampiran surat kuasa, lampiran NPWP sekolah, dan lampiran bukti bayar pembelian.
Baca juga: Bea Cukai Bagikan Tips Terhindar Denda Saat Belanja Online dari Luar Negeri, Ini Langkahnya
"SLB saya juga dapat bantuan alat belajar untuk tunanetra dari perusahaan Korea. Eh pas mau diambil di Bea Cukai Soetta suruh bayar ratusan juta. Mana denda gudang per hari,” tulis Rizalz dalam laman X nya yang telah mendapatkan 193 ribu penayangan, dikutip Minggu (28/4/2024).
Selain diminta membayar sejumlah uang, pihak sekolah juga diminta mengirimkan beberapa dokumen yang dibutuhkan di antaranya link pemesanan yang tertera harga, invoice atau bukti pembayaran yang telah divalidasi bank, katalog harga barang, nilai freight, dan dokumen lainnya.
Menurut dia, sekolah sudah mengirimkan dokumen yang dibutuhkan. Namun, karena barang tersebut prototipe yang masih tahap perkembangan dan merupakan barang hibah untuk sekolah, maka tidak ada harga untuk barang tersebut.
Karena keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan, ia pun hingga saat ini memilih membiarkan alat-alat bantu belajar dari Korea Selatan tersebut di gudang Bea Cukai.
"Dari tahun 2022 jadi ga bisa keambil. Ngendep di sana, buat apa gak manfaat juga," beber Rizal.