Kemenperin Tindak Oknum PPK dalam Kasus Penipuan SPK Fiktif dengan Nilai Pengaduan Rp 80 Miliar
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, menyampaikan oknum pegawai PPK tersebut kini telah dibebastugaskan dari jabatannya.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.CO. JAKARTA - Kementerian Perindustrian tengah melakukan proses penindakan atas pelanggaran disiplin berat dengan hukuman maksimal pemecatan terhadap oknum Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di wilayahnya.
Hal tersebut berkaitan dengan pengaduan masyarakat terhadap beberapa Surat Perintah Kerja (SPK) yang diduga bermasalah di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (Direktorat IKHF) sejak Tahun Anggaran 2023.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif, menyampaikan oknum pegawai PPK tersebut kini telah dibebastugaskan dari jabatannya.
"Terhadap pengaduan tersebut, Kemenperin telah melakukan pemeriksaan internal dan menemukan telah terjadi penipuan yang dilakukan oleh Sdr. LHS yang menyalahgunakan jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Direktorat IKHF," kata Febri dalam Konferensi Pers di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (6/5/2024).
Dari hasil pemeriksaan internal, Febri menjelaskan, seluruh paket pekerjaan yang diadukan tersebut tidak terdaftar pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) tahun 2023.
Pasalnya, paket pekerjaan dimaksud memang tidak terdapat dalam alokasi DIPA Kemenperin Tahun Anggaran 2023.
Dengan demikian, Febri menyebut dari pemeriksaan internal LHS melakukan penipuan dengan membuat Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif.
Adapun jumlah SPK yang diperiksa dalam pemeriksaan internal sebanyak 4 SPK, dimana nilai pengaduan sekitar Rp 80 miliar.
Ia menambahkan saat ini kasus tersebut dalam pemeriksaan internal. Namun, Kemenperin mempersilahkan pada pihak yang dirugikan jika ingin membawanya kepada aparat penegak hukum.
"(Dibawa ke Kepolisian, KPK atau Kejaksaan?) Terkait ini kami persilahkan pihak yang dirugikan. Karena sampai saat ini belum ditemukan adanya kerugian negara. Murni ini adalah tindakan pribadi dari yang bersangkutan," imbuh Febri.
Ia menjelaskan, LHS membuat Surat Perintah Kerja (SPK) kepada pihak lain seolah-olah SPK tersebut merupakan SPK resmi dari Kementerian Perindustrian.
Perbuatan LHS tersebut tidak diketahui ataupun diperintahkan oleh atasan atau pimpinannya atau merupakan perbuatan pribadi LHS.
"Modusnya adalah penipuan menggunakan SPK fiktif," ujarnya.
Kementerian Perindustrian tidak mentolerir dan akan menindak tegas perbuatan-perbuatan pelanggaran sejenis. Kemenperin membongkar kasus ini kepada masyarakat sebagai bentuk komitmen Menteri Perindustrian untuk menyelenggarakan tata kelola keuangan secara akuntabel, transparan, dan bertanggung jawab.
“Selanjutnya, kami mengimbau masyarakat termasuk para penyedia jasa untuk memperhatikan secara seksama kegiatan-kegiatan pengadaan barang jasa di Kemenperin melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE),” tegas Febri.