Pembelian Gula Pasir di Toko Ritel Dibatasi, Aprindo Ungkap Penyebabnya
Penting membatasi pembelian gula pasir agar para spekulan tidak bermunculan, yang mana akhirnya dapat berdampak pada masyarakat.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) angkat bicara soal pembelian gula pasri di toko ritel dibatasi.
Menurut Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey, pembatasan ini bukan berarti stok gula di toko ritel mengalami kekosongan, tetapi lebih pada soal pemerataan.
Selain soal pemerataan, ia mengatakan pembatasan ini juga dalam rangka mengurangi potensi spekulan.
"Kami mengurangi spekulan. Harga di ritel kan stabil Rp 17.500, sementara pedagang yang toko kelontong non retail atau individu seller itu jualnya sekarang Rp 18 ribu. Jadi kalau ada spekulan yang membeli Rp 17.500 dalam jumlah banyak, kemudian menjualnya masih bisa kan? Dia beli karena dia tahu [di] retail [harganya] Rp 17.500, dia jual 18 ribu," kata Roy dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2024).
Baca juga: Warga IKN Tebus Sembako Murah Rp 80 Ribu/Paket, Isinya Beras 5 Kg, Gula Pasir hingga Minyak Goreng
Roy menilai penting membatasi pembelian gula agar para spekulan ini tidak bermunculan, yang mana akhirnya dapat berdampak pada masyarakat.
"Kebijakan pembatasan itu bukan karena kosong atau kurang, tetapi pemerataan [agar] setiap masyarakat bisa menikmati dengan harga terjangkau dan mengurangi potensi gerakan spekulan," ujar Roy.
Ia turut mengatakan bahwa kebijakan pembatasan pembelian gula ini tidak datang dari Aprindo, tetapi inisiatif para pengusaha ritel masing-masing.
"Pengusaha ritel [yang menentukan] sendiri bukan Aprindo. Aprindo enggak pernah menginisiasi hal-hal yg menjadi bagian rutin yang dihadapi pelaku ritel," jelas Roy.
"Aprindo lebih banyak menginisiasi untuk bagaimana ketersediaan, mengkomunikasikan ke pemerintah, dan relaksasi kalau memang diperlukan," lanjutnya.