Eskalasi Konflik Timur Tengah Dongkrak Harga Minyak Dunia, Industri Hulu Migas Jadi Harapan RI
Pemerintah dapat mengandalkan sektor hulu migas nasional, terutama dengan dibukanya wilayah kerja (WK) baru untuk peningkatan kegiatan ekplorasi.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri hulu migas nasional jadi harapan Indonesia dalam mencapai ketahanan energi di tengah eskalasi konflik Timur Tengah, di mana baru - baru ini terjadi penguasaan militer Israel terhadap perbatasan Rafah di Gaza, Palestina, setelah sebelumnya ada ketegangan antara Israel - Iran.
Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyampaikan eskalasi konflik Timur Tengah berisiko mengerek harga minyak dunia hingga ke level 100 dolar AS per barel, atau tertinggi sepanjang sejarah.
Menurutnya, pemerintah dapat mengandalkan sektor hulu migas nasional, terutama dengan dibukanya wilayah kerja (WK) baru untuk peningkatan kegiatan ekplorasi dan pengembangan yang masif saat ini.
Baca juga: Guna Dorong Pertumbuhan Industri Hulu Migas, SKK Migas Kembali Gelar SCM Summit 2024
“Potensi di Indonesia masih menarik investor. Akhir-akhir ini study untuk pembukaan WK baru cukup banyak. Jadi dari sisi potensi migas, sektor hulu migas di Indonesia masih bisa diandalkan,” kata Dadan kepada wartawan, Rabu (8/5/2024).
Namun kata dia, sektor hulu migas nasional perlu didukung oleh kebijakan yang ramah investasi serta kemudahan dan kecepatan perizinan demi mendongkrak kinerja hulu migas di tanah air.
“Ke depan perbaikan regulasi yang mendorong pelaku bisnis berinvestasi menjadi faktor utama kinerja hulu migas,” imbuhnya.
Ditjen Migas sendiri mencatat realisasi investasi migas tahun 2023 sebesar 15,6 miliar dolar AS atau naik 12 persen dari tahun 2022 sebesar 13,90 miliar dolar AS. Rinciannya, investasi hulu sebesar 13,72 miliar dolar AS dan investasi hilir 1,88 miliar dolar AS.
Dadan juga menegaskan, Ditjen Migas berupaya mengurangi ketergantungan impor minyak dan LPG sebagai respons pemerintah di tengah ketegangan geopolitik.
Caranya, lewat pengoptimalan pemanfaatan gas bumi domestik untuk sektor pupuk, industri dan ketenagalistrikan melalui program hilirisasi gas bumi, gasifikasi pembangkit listrik berbahan bakar diesel hingga optimalisasi pemanfaatan gas melalui moda CNG.
Dihubungi terpisah, Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menyatakan bahwa tensi geopolitik saat ini terbukti berdampak pada harga minyak dunia.
Eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama yang terjadi pada Israel dan Iran menjadi perhatian lebih dibandingkan dengan konflik lain di dunia. Pasalnya Iran merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar ketiga di dunia, dan memiliki cadangan minyak terbesar dunia.
“Harus dilihat bahwa Iran ini salah satu negara penghasil minyak terbesar ketiga di dunia. Tetapi secara cadangan terbesar dunia itu ada di Iran, bukan di Arab Saudi, sehingga ada ketakutan Israel menyasar kilang-kilang minyak Iran dan membuat produksi ini akan turun drastis,” kata dia.
Ibrahim menilai Indonesia dapat mengambil kesempatan di tengah ancaman krisis energi global seperti saat ini. Ditambah dengan adanya sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia yang juga merupakan negara produsen minyak terbesar kedua di dunia.
Untuk itu dia berharap kepada pemerintah, terutama Kementerian Investasi untuk mendatangkan investor-investor di sektor hulu migas demi terciptanya ketahanan energi nasional, khususnya dalam menghadapi situasi harga migas global yang tak menentu.
“Kita lihat bahwa Indonesia ini sebenarnya banyak kilang-kilang minyak yang bisa dieksplorasi. Saat ini banyak investor kita dari China, sehingga kemungkinan besar pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan dapat terus melakukan kerja sama apik dengan China untuk melakukan eksplorasi,” pungkasnya.