Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kecelakaan Maut Bus Trans Putera Fajar di Subang, MTI: Pemilik Armada Harus Diperkarakan!

Pengawasan terhadap bus pariwisata masih perlu diperketat dan harus ada sanksi bagi perusahaan bus yang lalai terhadap tertib administrasi.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Kecelakaan Maut Bus Trans Putera Fajar di Subang, MTI: Pemilik Armada Harus Diperkarakan!
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Petugas derek memarkirkan bangkai bus Putera Fajar nopol AD 7524 OG di Terminal Subang pasca kecelakaan maut yang membawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok, di Jalan Raya Ciater, Kampung/Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024). Jumlah korban tewas akibat kecelakaan tersebut sebanyak 11 orang, sementara korban luka ringan dan berat sebanyak 32 orang. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meminta Pemerintah memperketat pengawasan terhadap operasional bus pariwisata peristiwa kecelakaan maut PO Trans Putera Fajar seperti di Subang yang menyebabkan 11 korban meninggal dunia tidak terulang.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat Djoko Setijowarno mengatakan, banyak perusahaan otobus tidak tertib administrasi, padahal sekarang perizinan dan persyaratan sudah dipermudah, pendaftaran pun sudah menggunakan sistem online.

"Pengawasan terhadap bus pariwisata masih perlu diperketat dan harus ada sanksi bagi perusahaan bus yang lalai terhadap tertib administrasi. Sudah saatnya, pengusaha bus yang tidak mau tertib administrasi diperkarakan. Selama ini, selalu sopir yang dijadikan tumbal setiap kecelakaan bus," ujarnya, Minggu (12/5/2024).

Menurutnya, jarang sekali ada perusahaan bus yang diperkarakan hingga di pengadilan. Alhasil, kejadian serupa dengan penyebab yang sama selalu terulang kembali.

Data STNK, uji KIR dan Perizinan, ucap Djoko, sudah seharusnya dikolaborasikan dan diintegrasikan menjadi satu kesatuan sebagai alat pengawasan secara administrasi.

"Hampir semua bus pariwisata yang kecelakaan lalu lintas adalah bus bekas AKAP/AKDP. Dan korban-korban fatal dengan polanya sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan dan body bus yang keropos, sehingga saat terjadi laka terjadi deformasi yang membuat korban tergencet," tutur Djoko.

Berita Rekomendasi

Dia menilai pemerintah membuat aturan batas usia kendaraan bus tapi setengah hati.

Bus-bus tua tidak di-scrapping, namun dijual kembali sebagai kendaraan umum, karena masih plat kuning, sehingga bisa di kir tapi tidak memiliki ijin.

Baca juga: Spesifikasi Bus Trans Putera Fajar yang Kecelakaan di Subang dan Tewaskan Belasan Siswa SMK Depok  

"Keadaan ini terus terjadi dan tidak bisa dikendalikan. Pada saat kecelakaan rem blong di Pamijahan (Cianjur) tahun 2022, Dirjen Hubdat dan Kasubdit Angkutan Orang menemukan dengan mata kepala sendiri bus bus wisata yang parkir di sana mengantar wisatawan ziarah, semuanya plat kuning, KIR hidup tapi tidak ada satupun yg terdaftar di SPIONAM alias tidak berijin. Hingga saat ini tidak ada upaya bagaimana mengatasi hal ini," sambungnya.

Menurut Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), ada beberapa masalah krusial pada pengemudi di Indonesia.

Petugas mengevakuasi bus pariwisata maut PO Trans Putera Fajar pengangkut rombongan siswa SMK Lingga Kencana Depok, yang mengalami kecelakaan di tanjakan Ciater, Kabupaten Subang, Sabtu malam, 11 Mei 2024. Bus tersebut bermerek Hino bermesin depan tipe AK1JRKA milik PT Jaya Guna Hage dengan nomor polisi wilayah Wonogiri, Jawa Tengah, AD 7524 OG.
Petugas mengevakuasi bus pariwisata maut PO Trans Putera Fajar pengangkut rombongan siswa SMK Lingga Kencana Depok, yang mengalami kecelakaan di tanjakan Ciater, Kabupaten Subang, Sabtu malam, 11 Mei 2024. Bus tersebut bermerek Hino bermesin depan tipe AK1JRKA milik PT Jaya Guna Hage dengan nomor polisi wilayah Wonogiri, Jawa Tengah, AD 7524 OG. (Tribun Jabar/Deanza Falevi)

Pertama, jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia mengalami penurunan, dan ratio dengan jumlah kendaraan yang beroperasi sudah masuk dalam zona berbahaya (danger). Ini jelas sangat beresiko tinggi terhadap keselamatan.

Kedua, kecakapan pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan di jalan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi yang ada pada bus dan truk, serta kemampuan melakukan pendeteksian dini atas kondisi kendaraan yang mengalami bad condition sangat rendah.

"Hal ini teridentifikasi dari faktor faktor penyebab kecelakaan bus dan truk yang terkait dengan kecakapan pengemudi ternyata tidak ter captured pada mekanisme pengambilan SIM B1/B2 kita serta mekanisme pelatihan Defensive Driving Training (DDT) yang selama ini dijadikan persyaratan wajib Kemenhub untuk memberi izin," terang Djoko.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas