Kompak Melemah, Nilai Tukar Rupiah Merosot ke Level Rp16.100 per Dolar AS
Won Korea Selatan minus 0,01 persen, dolar Singapura minus 0,02 persen, yen Jepang minus 0,15 persen, dan yuan China minus 0,05 persen.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 15,49 poin atau minus 0,22 persen ke level 7.083 pada perdagangan Selasa (14/5/2024).
Total transaksi tercatat sebesar Rp13,16 triliun dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 18,23 miliar saham.
Sebanyak 273 saham menguat, 267 terkoreksi, dan 236 lainnya stagnan.
Adapun indeks sektoral terpantau mayoritas melemah dipimpin sektor industri minus 1,41 persen.
Baca juga: Sesi Pembukaan, IHSG Huni Zona Hijau ke Level 7.122
Sektor saham menguat terbesar ialah sektor barang konsumen primer yang naik 0,73 persen.
Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah 19 poin atau minus 0,12 persen ke posisi Rp16.100 per dolar AS pada Selasa (14/5/2024) sore.
Mata uang di kawasan Asia bergerak bervariasi, won Korea Selatan minus 0,01 persen, dolar Singapura minus 0,02 persen, yen Jepang minus 0,15 persen, dan yuan China minus 0,05 persen.
Selain itu, peso Filipina menguat 0,02 persen, baht Thailand menguat 0,18 persen, ringgit Malaysia menguat 0,35 persen, dan rupee India 0,01 persen.
Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan dolar AS menguat sedikit pada hari Senin berkonsolidasi setelah perubahan baru-baru ini karena fokus beralih ke data inflasi AS yang akan datang untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai suku bunga.
Namun, volatilitas ini kemungkinan akan berkurang pada awal minggu baru ini karena para pedagang menunggu rilis data inflasi AS terbaru, yang kemungkinan akan menentukan sentimen jangka pendek mengenai potensi penurunan suku bunga.
“Para analis memperkirakan laporan CPI yang penting pada hari Rabu akan menunjukkan kenaikan inflasi sebesar 3,6 persen dari tahun ke tahun, yang akan menjadi kenaikan terkecil dalam tiga tahun terakhir,” kata Ibrahim.
Kedua data tersebut kemungkinan besar akan menjadi faktor dalam prospek suku bunga AS, setelah data inflasi yang terlalu panas sepanjang kuartal pertama membuat pasar sebagian besar tidak memperhitungkan sebagian besar spekulasi penurunan suku bunga tahun ini.