Bulan Depan Neraca Beras Diramal Bakal Defisit, Ini Langkah Bulog Jaga Pasokan
Untuk menjaga stok beras tetap berada di batas aman, Bulog melakukan pengoptimalan penyerapan produksi dari dalam negeri.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perum Bulog angkat suara terkait adanya laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut akan ada defisit neraca produksi dan konsumsi beras pada Juni 2024.
Adanya hal tersebut, Direktur Utama Bulog, Bayu Krisnamurthi mengatakan, pihaknya saat ini masih mengacu pada jumlah stok beras yang dikuasai di gudang-gudang miliknya, yang tersebar di berbagai daerah.
"Saya kira, ya kita mulai dengan stok. Stok kita aman, stok kita cukup, ya. Jadi saya kira, cara kita untuk mengantisipasinya adalah dengan memperkuat stok itu," ungkap Bayu di Jakarta, Senin (27/5/2024).
Baca juga: Perkuat Bisnis Beras Khusus, Wahana Inti Makmur Bidik Pertumbuhan 20 Persen
Ia melanjutkan, untuk menjaga stok beras tetap berada di batas aman, Bulog melakukan pengoptimalan penyerapan produksi dari dalam negeri.
Serta Bulog juga memanfaatkan alokasi impor yang diperoleh dari Pemerintah.
"Saya kira jalan terus ya (impor) yang sesuai dengan jadwalnya. Kemarin pada waktu panen kita hentikan, tapi kontrak dan komunikasi kita dengan para supplier terus berjalan," papar Bayu.
Perum Bulog mengungkapkan stok beras yang berada di gudangnya saat ini berada di angka 1,8 juta ton.
Terkait pemenuhan stok di gudang, Bayu memastikan pihaknya mengedepankan penyerapan beras dari produksi dalam negeri.
Ia menegaskan, Bulog memanfaatkan momentum panen raya yang telah berlangsung di beberapa daerah.
"Sampai dengan minggu lalu, penyerapan itu sudah mendekati 590 ribu ton beras. Jadi minggu ini pasti sudah akan lewat 600 ribu ton untuk pengadaan berasnya dalam negeri ya," bebernya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Badan Pusat Statistik (BPS) sempat memproyeksikan neraca produksi dan konsumsi beras nasional pada Juni 2024 akan defisit sekitar 450 ribu ton.
Hal ini mengacu pada produksi padi berupa gabah kering giling (GKG) yang turun.
Namun, perhitungan ini belum memperhitungkan realisasi impor, alias hanya mengacu pada data produksi dan konsumsi domestik.