Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Buruh Minta Aturan Soal Potong Gaji untuk Iuran Tapera Dibatalkan: Regulasi yang Sangat Buruk

PP tersebut menyebutkan bahwa simpanan peserta tapera akan berasal dari pekerja yang menerima gaji, seperti pegawai negeri, BUMN

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Buruh Minta Aturan Soal Potong Gaji untuk Iuran Tapera Dibatalkan: Regulasi yang Sangat Buruk
KOMPAS.COM/AMBARANIE NADIA
Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang telah diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan ditetapkan pada 20 Mei 2024.

PP tersebut menyebutkan bahwa simpanan peserta tapera akan berasal dari pekerja yang menerima gaji, seperti pegawai negeri, BUMN, dan swasta. Selain itu, pekerja mandiri.

Baca juga: LPS: Iuran Tapera Bakal Pengaruhi Daya Beli Masyarakat




Dalam PP tersebut, besaran simpanan dana Tapera yang ditarik setiap bulannya yakni 3 persen dari gaji atau upah pekerja.

Setoran dana Tapera tersebut ditanggung bersama oleh pemberi kerja, yakni sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.

Sementara untuk pekerja mandiri atau freelancer ditanggung sendiri oleh pekerja mandiri.

Menurut Mirah, PP ini merupakan sebuah regulasi yang sangat buruk.

BERITA TERKAIT

Ia mengatakan, peraturan soal iuran BP Tapera dipotong dari gaji ini makin memperburuk kondisi ekonomi buruh.

"Di tengah-tengah keterpurukan, kelesuan, kemelorotan ekonomi kehidupan para pekerja buruh, ini BP Tapera justru makin memperburuk kondisi ekonomi buruh," kata Mirah kepada Tribunnews, Selasa (28/5/2024).

Baca juga: Apindo Tolak Kebijakan Pemberlakuan Iuran Tapera

Mirah memandang buruh masih babak belur dari adanya undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja, hingga dampak dari Covid-19.

UU Omnibus Law Cipta Kerja disebut telah menghasilkan upah murah bagi buruh, sedangkan dampak COVID-19 telah menyebabkan adanya PHK masal di mana-mana. Belum lagi lapangan pekerjaan yang makin sempit.

Lebih lanjut, kata Mirah, saat ini tengah terjadi kenaikan harga pangan sembako yang luar biasa tinggi.

"Ditambah lagi daya beli yang rendah karena upahnya murah, ini tentu makin memperburuk," ujarnya.

Sementara itu, tabungan para pekerja buruh ini semenjak COVID-19 ini sudah habis terkuras dan sampai sekarang tidak menabung karena malah makin minus.

"Ini sungguh satu regulasi keputusan yang sangat buruk. Batalkan!" pungkas Mirah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas