Harga Tembaga Terus Naik dan Jadi Barang Langka, Diprediksi Tembus Rp 639,6 Juta Per Ton
Menggali tambang yang ada lebih dalam dan lebih cepat tidak akan cukup untuk memenuhi permintaan tembaga yang terus meningkat.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Harga tembaga di pasar global diperkirakan bakal naik empat kali lipat menjadi 40.000 dolar AS atau sekitar Rp 639,6 juta per ton dalam beberapa tahun ke depan.
Hal ini diungkap Pierre Andurand, Manajer hedge fund yang juga merupakan top trader dunia. Dalam laporannya Andurand memprediksi tembaga yang menjadi material penting untuk penghantar listrik maupun panas harganya bakal naik ke rekor tertinggi.
Lonjakan ini terjadi buntut meningkatnya permintaan untuk kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) dan infrastruktur energi terbarukan yang menyebabkan permintaan tembaga di pasar melonjak sementara stok global logam merah menipis.
Kondisi ini semakin diperparah karena minimnya pembukaan tambang baru. Serangkaian tekanan ini yang membuat produksi tembaga sulit surplus. Bahkan tahun lalu, pasokan tembaga global mencapai tingkat musiman terendah sejak tahun 2008.
“Lonjakan permintaan tembaga akan memainkan peran inti dalam transisi energi global. Saya pikir kita bisa mendapatkan 40,000 dolar AS per ton dalam empat tahun ke depan atau lebih,” ujar Andurand kepada Financial Times.
Hal senada juga diungkap analis Goldman Nicholas Snowdon yang memperkirakan pasar tembaga akan mengalami defisit besar tahun depan.
“Penurunan pasokan memperkuat pandangan kami bahwa pasar tembaga sedang memasuki periode pengetatan yang lebih jelas,” jelas Snowdon.
Beragam upaya kini mulai dilakukan salah satunya dengan terus menambah kapasitas dengan membangun pasokan baru. Namun langkah ini dipandang perusahaan pertambangan multinasional Anglo American plc bukan sebagai solusi.
Baca juga: Berikut Negara Produsen Tembaga Terbesar Dunia di 2024, Indonesia Peringkat 6
Lantaran membangun pasokan baru lebih sulit dan mahal dibandingkan membeli saingannya melalui tambang tembaga.
Mantan trader Goldman Sachs yang ikut mendirikan BlueGold Capital sebelum meluncurkan Andurand Capital percaya bahwa menggali tambang yang ada lebih dalam dan lebih cepat tidak akan cukup untuk memenuhi permintaan tembaga yang terus meningkat.
Ini karena industri tersebut biasanya memerlukan waktu 15 tahun untuk mengembangkan tambang baru.
Dampak Kenaikan Harga Tembaga Terhadap Indonesia
Kenaikan harga tembaga menjadi angin segar bagi Indonesia yang merupakan negara keenam dengan produksi tembaga terbanyak di dunia, mencapai 24,0 juta metrik ton, perkiraan nilai cadangan 215,7 miliar dolar AS.
Baca juga: PGN Pasok Gas Bumi ke Smelter Tembaga Terbesar di Dunia Milik Freeport Indonesia
Dengan kenaikan harga tembaga tersebut, pemerintah Indonesia berpotensi mendapatkan setoran lebih banyak dari bea keluar ekspor tembaga.
Data Kementerian Keuangan mencatat bea keluar tembaga tumbuh 530,9 persen pada Januari-Maret 2024 karena relaksasi ekspor dan kenaikan harga.
Melalui produksi tersebut pendapatan negara dari bea keluar ekspor pada Januari-Maret 2024 tembus Rp 1,4 triliun atau naik 37 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.