Berikut Alasan Pemerintah Ogah Batalkan Potongan Gaji untuk Tapera, Klaim Jalankan Amanat Konstitusi
Pemerintah memperluas program tabungan perumahan karena terjadi backlog atau krisis kebutuhan rumah.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
![Berikut Alasan Pemerintah Ogah Batalkan Potongan Gaji untuk Tapera, Klaim Jalankan Amanat Konstitusi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/infografis-manfaat-pembiayaan-tapera_20240528_223723.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akan tetap melanjutkan kebijakan potongan terhadap gaji pekerja untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Hal ini sebagai implementasi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Dalam aturan tersebut setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera.
Baca juga: Anggota Komisi IX DPR Ini Klaim Tapera Bisa Cegah Stunting, Benarkah?
Adapun potongan sebesar 3 persen, di mana 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen dibebankan kepada pemberi kerja.
Jokowi Sebut Penolakan Hal Biasa
Presiden Jokowi menyampaikan Tapera sudah melalui hasil kajian dan kalkulasi.
"Iya semua dihitung lah, biasa, dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau enggak mampu, berat atau engga berat," kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Menurutnya, hal yang biasa apabila ada pro dan kontra pada setiap kebijakan yang baru diterbitkan pemerintah.
Ia pun mencontohkan kebijakan mengenai penerapan sistem jaminan kesehatan BPJS. Pada awal kebijakan tersebut diterapan juga menuai pro dan kontra.
"seperti dulu BPJS, diluar yang BPI yang gratis 96 juta kan juga rame tapi setelah berjalan saya kira merasakan manfaatnya bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya," katanya.
Kebijakan kebijakan seperti itu kata Jokowi baru akan dirasakan setelah berjalan. Namun di awal sebelum berjalan maka akan selalu ada pro dan kontra.
"Hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra," pungkasnya.
Amanat Konstitusi
Istana melalui Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan Tapera merupakan wujud kehadiran pemerintah dalam menyelesaikan kebutuhan papan bagi rakyat.
Hal itu kata Moeldoko merupakan amanat konstitusi.
"Dan itu tugas konstitusi karena ada UU-nya, dasar hukum UU 1/2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman, serta UU 4/2016 tentang Tapera. Tapera ini diatur oleh UU," kata Moeldoko.
Moeldoko menyebut Tapera merupakan program perpanjangan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) yang dikhususkan bagi PNS. Program tersebut diperluas dengan menyasar pegawai swasta.
Pemerintah, kata Moeldoko, memperluas program tabungan perumahan karena terjadi backlog atau krisis kebutuhan rumah.
Berdasarkan data BPS kata Moeldoko, terdapat 9,9 juta masyarakat yang belum memiliki rumah.
"Untuk itu kita berpikir keras, memahami bahwa antara jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan itu ga seimbang. Untuk itu harus ada upaya keras agar masyarakat pada akhirnya bisa walaupun terjadi inflasi bisa punya tabungan untuk membangun rumahnya," katanya.
Moeldoko pun menyampaikan, sudah menjadi tugas negara dalam menyelesaikan masalah krisis kebutuhan perumahan tersebut. Oleh karenanya kata dia, sejumlah negara juga memiliki program yang sama seperti Tapera.
"Tentang perumahan bukan hanya Indonesia mengatur, pemerintah di berbagai negara juga jalankan skema seperti ini, di Singapura, Malaysia ada, di beberapa negara lain juga ada. Menurut saya sih tugas negara," pungkasnya.
Masyarakat Diminta Tenang
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) meminta masyarakat tenang menanggapi peraturan soal gaji pekerja dipotong untuk Tapera.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan, masih ada peraturan menteri yang mengatur soal mekanisme dari PP tersebut dan durasinya masih tiga tahun lagi, yakni 2027.
Indah mulanya mengakui bahwa pemerintah memang kurang mensosialisasikan PP 21/2024.
"Kami kurang melakukan sosialisasi atau informasi yang lebih masif mengenai Tapera khususnya kehadiran dari PP 21/2024 terkait dengan pungutan bagi pekerja non ASN, TNI, dan Polri," katanya.
Indah pun menjelaskan bahwa nantinya akan ada mekanisme lebih lanjut yang mengatur soal pungutan ini.
Mekanisme tersebut akan diatur dalam peraturan tingkat menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang ketenagakerjaan.
"Nanti akan diatur dalam peraturan menteri tersebut dan tenang saja ini durasinya masih 2027," ujar Indah.
"Jadi, saya ingin menyampaikan terbitnya PP 21/2024 tidak semata-mata langsung memotong gaji atau upah para pekerja non ASN, TNI, Polri," lanjutnya.
Kurang Sosialisasi
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengakui pemerintah kurangnya sosialisasi Tapera sehingga menimbulkan banyak penolakan dari masyarakat.
"Terkait dengan isu penolakan ini kan masalahnya tak kenal maka tak sayang. Kami pemerintah belum memperkenalkan dengan baik, belum melakukan sosialisasi masif, jadi wajar kalau teman-teman pekerja dan pengusaha belum kenal jadi gak sayang," ujar Indah.
Dia bilang, ke depannya Kemenaker akan segera melakukan sosialisasi secara masif.
Indah menyebut pihaknya juga terbuka akan masukan-masukan dari pemangku kepentingan ketenagakerjaan.
"Jadi, tenang saja. Kami akan terus lakukan diskusi secara intensif dan sekali lagi ini masih sampai 2027. Enggak usah khawatir. Belum ada pemotongan gaji upah untuk para pekerja dimanapun non ASN, TNI, Polri," tutur Indah.
Ia kemudian menjelaskan bahwa potongan gaji untuk Tapera ini bukan iuran, melainkan tabungan.
Ini juga berlaku bagi pekerja yang memiliki gaji atau upah di atas upah minimum provinsi maupun di atas upah minimum kabupaten kota.
Lebih lanjut, nantinya bagi pekerja yang ikut membayar iuran tapi merupakan pekerja yang tak akan menggunakan fasilitas pendanaan Tapera atau sudah punya rumah, bisa mengambil uangnya ketika sudah pensiun.
"Bagi pekerja atau buruh yang sudah memiliki rumah, jika dia peserta Tapera, maka bisa diambil uangnya secara cash ketika masa pensiun atau ketika beliau sudah tidak mau menjadi peserta tapera," jelas Indah.
Pekerja Sudah Punya Rumah Jadi Penabung Mulia
Badan Pengelola (BP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menyebut pekerja yang sudah memiliki rumah, tetapi gajinya tetap dipotong untuk Tapera, sebagai penabung mulia.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mengatakan, mereka para penabung mulia juga peserta Tapera yang tidak memanfaatkan fasilitas KPR.
Heru bilang, para penabung mulia ini bisa mendapatkan sejumlah keuntungan jika menjadi peserta Tapera.
"Benefit utamanya untuk penabung yang tidak memanfaatkan fasilitas KPR ya atau kita sebut dengan penabung mulia, yang pertama itu pengembalian pokok tabungan beserta hasil pemupukannya yang saat ini rata-rata masih di atas suku bunga deposito," katanya.
Keuntungan selanjutnya yang saat ini sedang pihaknya kembangkan adalah diskon-diskon khusus untuk para penabung mulia.
Heru menyebut pihaknya sedang dalam proses penjajakan bersama beberapa pihak.
Pihak yang dijajaki BP Tapera seperti dari perbankan, di mana keuntungan yang sedang dibahas bisa seperti kemudahan di sisi fasilitas kredit konsumsi bagi penabung mulia, serta ada skema lainnya yang juga sedang dalam penjajakan.
"Saat ini juga sedang kami kaji kembangkan dalam rangka memberikan benefit tambahan kepada para penabung mulia," ujar Heru.
"Jadi, tidak hanya kemudian dapat hasil pemupukannya, skema-skema benefit tambahan saat ini juga sedang kami upayakan," lanjutnya.
Buruh dan Pengusaha Kompak
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) kompak meminta kebijakan Tapera direvisi.
Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan, posisi pengusaha dan pekerja terkadang kerap berbeda.
Namun, dalam menyikapi PP 21/2024, Shinta mengatakan pengusaha dan buruh berada dalam satu jurusan.
"Posisi pengusaha dan pekerja ini kadang-kadang suka banyak berbeda, tetapi kali ini kita semua dalam satu jurus," kata Shinta.
Menurut dia, baik pengusaha maupun buruh sama-sama menilai bahwa perlu ada pertimbangan dari pemerintah untuk merevisi kembali PP ini beserta undang-undangnya.
Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, yang merupakan dasar dari PP 21/2024.
Shinta bilang, karena iuran ini sifatnya Tapera, seharusnya tidak menjadi kewajiban bagi setiap pekerja gajinya dipotong untuk ini atau dengan kata lain seharusnya bersifat sukarela.
"Kita merasa ini ya kalau bentuknya Tapera, ya buat saja sukarela dan kita memaksimalkan jaminan sosial yang sudah ada saat ini yang bisa juga pemanfaatan untuk
pembangunan rumah," ujar Shinta.
Senada dengan Shinta, Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban meminta pemerintah merevisi PP ini, bahkan kalau bisa dibatalkan.
Elly menginginkan agar poin yang menyebut pekerja diwajibkan menjadi peserta Tapera, diubah menjadi sukarela.
"Pemerintah membatalkan ini atau setidaknya merevisi pasal mungkin yang paling krusial itu pasal 7 ya yang wajib itu menjadi sukarela," kata Elly.
Dalam PP 21/2024, gaji milik pegawai negeri, BUMN, swasta, serta upah yang didapat pekerja mandiri, akan ditarik untuk menjadi simpanan peserta tapera.
Besaran simpanan dana Tapera yang ditarik setiap bulannya yakni 3 persen dari gaji atau upah pekerja.
Setoran dana Tapera tersebut ditanggung bersama oleh pemberi kerja, yakni sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.