Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

IPOS Forum 2024: GAPKI Sumut Usulkan 10 Rekomendasi untuk Percepat Peremajaan Sawit Rakyat

Hassanudin menjelaskan, pelaksanaan penegakan hukum harus pula berdasarkan hukum dan tidak serampangan karena itulah pemerintah

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in IPOS Forum 2024: GAPKI Sumut Usulkan 10 Rekomendasi untuk Percepat Peremajaan Sawit Rakyat
Istimewa
Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara Hassanudin (kiri) didampingi Ketua GAPKI Sumut, Timbas Prasad Ginting, saat membuka IPOS Forum yang diselenggarakan GAPKI Sumut di Kota Medan, Kamis (30/5/2024). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Sumatera Utara Indonesian Palm Oil Stakeholders Forum (IPOS Forum) ke-9 yang berlangsung pada 30-31 Mei 2024 di Kota Medan.

Forum ini mengangkat tema "Dukungan Pemerintah Dalam Perlindungan dan Penegakan Hukum Untuk Investasi Industri Sawit” yang menitikberatkan kepada percepatan peremajaan sawit rakyat (PSR) sebagai langkah strategis bagi peningkatan produksi dalam upaya mengimbangi bertambahnya konsumsi sawit.

“Pemerintah sepakat, dibutuhkan sinergi serta kepastian hukum karena perkebunan merupakan salah satu faktor penting yang diharapkan memberikan kekuatan besar dalam kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan masyarakat perkebunan pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya,” kata Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Utara Hassanudin saat membuka acara, belum lama ini.

Baca juga: Kejar Target Penurunan Gas Rumah Kaca, Industri Sawit Wajib Siapkan SDM Berkualitas

Hassanudin menjelaskan, pelaksanaan penegakan hukum harus pula berdasarkan hukum dan tidak serampangan karena itulah pemerintah akan memberikan perlindungan dan penegakan hukum dibutuhkan kepastian berusaha di industri sawit.

“Kami pastikan kehadiran negara untuk melindungi (industri sawit) dan masyarakat. Karena negara hadir dalam rangka memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” ungkap Hassanudin.

Timbas Prasad Ginting, Ketua GAPKI Sumatera Utara menambahkan, harmonisasi regulasi perlu menjadi perhatian utama untuk mengatasi tantangan percepatan PSR seperti masalah legalitas lahan dan hambatan birokrasi, persoalan kepastian hukum dalam legalitas lahan, kawasan hutan, dan perlindungan hukum bagi pelaku usaha.

Ditambahkan Timbas, integrasi kebijakan dan kelembagaan menjadi fokus utama dalam upaya mengatasi tantangan tersebut, dengan menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit.

Berita Rekomendasi

IPOS Forum memberikan ruang kepada petani sawit untuk membeberkan hambatan PSR selama ini.

Pengurus KUD Makmur Jaya, Suhartono mengatakan, anggota KUD Makmur Jaya memiliki anggota dengan luas sekitar 1.500 hektare di Labuhanbatu Selatan telah mengantongi sertifikat ISPO dan RSPO.

Pada 2020, KUD Makmur Jaya telah menjadi peserta program PSR tahap pertama seluas 121 ha.

Baca juga: Tujuh Rekomendasi Praktik Perkebunan Sawit Berkelanjutan untuk Kurangi Emisi Karbon

“Setelah sukses tahap pertama, lalu kami ajukan lahan seluas 1.000 ha untuk mendapatkan dana PSR. Tetapi anggota kami tidak bisa mendapatkan persetujuan karena kebun mereka dinilai masuk Kawasan hutan, meskipun telah memiliki SHM (Sertifikat Hak Milik) sejak 1987,” keluhnya.

Timbas menjelaskan, permasalahan masuknya kawasan hutan ke dalam lahan sawit menjadi isu krusial yang mempengaruhi pelaksanaan PSR.

Padahal, dalam UU Cipta Kerja, terdapat pasal yang menyebutkan bahwa Kementerian LHK harus mengeluarkan areal di bawah 5 hektare milik petani dari kawasan hutan.

“Ini yang harus kita dobrak. Petani yang memiliki areal di bawah 5 hektare ini harus dikeluarkan dari kawasan hutan," ujarnya.

"Ini harus diharmonisasi lalu harus dikeluarkan. Kalau Dinas Kehutanan kurang dana, bisa minta ke pemerintah, ada dana (sawit), DBH sawit juga ada," tegasnya.

Berpijak dari beragam isu dan masalah yang dibahas IPOS Forum 2024, maka terdapat 10 rekomendasi dalam upaya penyelesaian tersebut.

Pertama, Penguatan Koordinasi dan Kelembagaan: Diperlukan penguatan koordinasi antar lembaga, termasuk Kementerian ATR/BPN, KLHK, Ditjenbun, termasuk dukungan BPDPKS.

Kedua, Penyederhanaan Regulasi dan Persyaratan: Regulasi yang lebih sederhana dan transparan perlu diterapkan untuk meminimalkan hambatan birokrasi dan meningkatkan kepastian hukum.

Ketiga, Pengembangan Database dan Sistem Verifikasi. Keempat, Peningkatan Pendampingan dan Edukasi.

Kelima, Pengalokasian Dana yang Efektif. Keenam, Penanganan Masalah Legalitas dan Kawasan Hutan: Diperlukan intervensi tingkat eksekutif untuk menangani masalah tumpang tindih lahan sawit dengan kawasan hutan.

Ketujuh, Perlindungan Hukum bagi Pelaku Usaha dan Pejabat Birokrasi. Kedelapan, Kolaborasi antara Pemerintah, Akademisi, dan Pemangku Kepentingan.

Kesembilan, Mengurai Simpul Birokrasi melalui Integrasi Kebijakan dalam Pelaksanaan Regulasi. Kesepuluh, Integrasi Kebijakan dan Kelembagaan untuk Keberlanjutan Industri Sawit termasuk pembentukan Badan Sawit Nasional.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas