Sudah Jadi Anggota DPR Kok Jadi Komisaris Utama BUMN, Posisi Politisi Gerindra Ini Disorot
Posisi rangkap jabatan anggota DPR Fraksi Gerindra, Siti Nurizka Puteri Jaya, yang kini jadi komisaris utama PT Pupuk Sriwijaya (Persero) disorot.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, menyoroti rangkap jabatan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Siti Nurizka Puteri Jaya.
Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Pupuk Sriwijaya (Persero), Siti Nurizka ditunjuk sebagai Komisaris Utama menggantikan Setya Utama.
Karyono menyebut, sebagai anggota DPR, seharusnya Siti Nurizka bisa mengawasi kinerja BUMN.
“Jelas disebutkan dalam UU 17/2014 di pasal 236 ayat 1 poin c bahwa anggota DPR dilarang rangkap jabatan. Melanggar Undang-Undang. Dikhawatirkan juga munculnya konflik kepentingan. Mengawasi tapi masih jadi komisaris, itu jelas tidak boleh,” kata Karyono, kepada wartawan Selasa (11/6/2024).
Selain itu, Karyono menilai penunjukan Politikus Gerindra Siti Nurizka berpotensi merusak sistem ketatanegaraan karena kader partai yang harusnya bertindak sebagai pengawas, justru berperan dalam objek yang diawasi.
“Dia sebagai pengurus, dia akan mengamankan itu dan di sisi lain ini adalah badan pelayanan yang menyangkut kepentingan publik,” ujarnya.
Karyono berharap, Siti bisa mengambil bijak sebagai anggota DPR.
Hingga berita ini diturunkan, Tribunnews.com masih berupaya mengkonfirmasi kepada Siti Nurizka, perihal penunjukan sebagai Komisaris Utama Pusri Palembang.
Baca juga: Grace Natalie Rangkap Jabatan, Stafsus Jokowi yang Kini Diangkat Jadi Komisaris BUMN
UU 17 tahun 2014 tentang MPR/DPR/DPD/DPRD (MD3), mengatur larangan rangkap jabatan anggotqabaik anggota DPR, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota.
Baca juga: Jimly Dianggap Rangkap Jabatan Jadi Ketua MKMK, Dasco Gerindra: Dia Mewakili Unsur Tokoh Masyarakat
Pada Pasal 236 ayat (1) huruf C UU tersebut jelas menyebutkan bahwa anggota DPR, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota dilarang merangkap jabatan pegawai pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.