Ini Efek Domino Ekonomi Indonesia usai Rupiah Melemah 9 Persen dalam Setahun
Begini efek domino terhadap ekonomi Indonesia usai tren rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS dalam setahun terakhir.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Nilai mata uang rupiah terhadap dollar AS kembali melemah 0,34 persen di level Rp 16.420 pada Kamis (20/6/2024).
Adapun, pada penutupan di hari sebelumnya, Rabu (19/6/2024), kurs rupiah berada di level Rp 16.364 per dollar AS.
Dikutip dari Kontan, rupiah menjadi mata uang terlemah terhadap dollar AS di Asia per hari ini.
Setelah rupiah, ada mata uang Korea Selatan, won yang melemah 0,16 persen terhadap dolar AS.
Lalu, ada ringgit Malaysia yang melemah 0,07 persen, dolar Taiwan melemah 0,06 persen, hingga pesso Filipina melemah 0,02 persen terhadap dollar AS.
Di sisi lain, dikutip dari laman Bank Indonesia, dengan melemahnya rupiah hari ini, maka dalam jangka waktu setahun, telah terjadi penurunan mencapai 9,15 persen.
Adapun pada 20 Juni tahun lalu, nilai tukar rupiah mencapai Rp 14.953 terhadap dolar AS.
Tren terus melemahnya rupiah terhadap dolar AS pun dianggap tidak baik dan akan ada efek domino terhadap perekonomian di Indonesia.
Efek Domino Rupiah Melemah: Bengkaknya Biaya Produksi hingga BBM Naik
Baca juga: IHSG Dibuka Menghuni Zona Hijau, Rupiah Balik Melemah Pagi Ini
Pengamat ekonomi senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad mengatakan tergerusnya rupiah terhadap dolar AS selama setahun bakal berdampak kepada para pelaku usaha.
Dia mengungkapkan pelaku usaha bakal menambah biaya atau cost produksi karena otomatis harga komoditas dasar yang diimpor dari luar negeri juga bakal naik.
"Ini kemudian memengaruhi bisnis mereka," kata Tauhid dikutip dari Kompas.com.
Ia juga mengungkapkan pelemahan rupiah turut berdampak kepada pembayaran utang luar negeri menjadi lebih besar.
Bahkan, Tauhid menjelaskan bahwa dampak merosotnya nilai tukar rupiah setahun terakhir lebih besar dari tingkat suku bunga acuan yang tinggi.
"Risiko nilai tukar jauh lebih besar dari risiko suku bunga sendiri," tuturnya.
Tauhid juga mengungkapkan lemahnya nilai tukar rupiah bakal dirasakan masyarakat juga seperti kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Hal itu lantaran kurs rupiah menjadi salah satu penentu penetapan harga BBM.
"Ketika nilai tukar rupiah kita terdeprisiasi katakan 10 persen, itu harga BBM pom bensin bergeraklah," jelasnya.
BI Diprediksi Naikkan Suku Bunga
Pasca anjloknya nilai tukar rupiah, ekonom sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi memprediksi Bank Indonesia (BI) bakal menaikan suku bunga sebesar 25 basis pin bulan ini.
Hal ini, kata Ibrahim, dilakukan demi menstabilkan nilai tukar rupiah.
"Kenaikan suku bunga dipandang tidak memungkinkan bagi para ekonom tetapi dalam kondisi saat ini di mana rupiah sudah tembus Rp 16.300, sebaiknya BI menaikkan suku bunga untuk menjaga nilai rupiah," katanya dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Makin Melemah, Pengusaha Ancang-ancang Lakukan PHK
Ibrahim juga mengungkapkan dinaikannya suku bunga oleh BI juga demi antisipasi jika rupiah kembali melemah hingga menembus Rp 16.500 terhadap dollar AS.
"Masih ada sisa 25 poin untuk BI menaikkan suku bunga hingga mencapai 6,75 persen. 25 poin ini menjadi senjata BI jika rupiah menembus level Rp 16.500," tuturnya.
Sebagian artikel telah tayang di Kontan dengan judul "Rupiah Spot Turun 0,34 persen ke Rp 16.421 Per Dolar AS Siang Ini, Terlemah di Asia"
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Rully R Ramli)(Kontan/Herlina KD)