Badai PHK, Industri Tekstil Lokal Disebut Kalah Saing dari Baju Impor Murah
industri TPT dalam negeri banyak mengimpor bahan baku. Ini menyebabkan produk tekstil lokal menjadi lebih mahal.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tengah dilanda badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti pun membeberkan biang keroknya.
Ia mengatakan, industri TPT dalam negeri banyak mengimpor bahan baku. Ini menyebabkan produk tekstil lokal menjadi lebih mahal.
Baca juga: Buruh: Industri TPT Lebih Banyak Serap Tenaga Kerja Ketimbang Industri Elektronika dan Microchip
Di saat yang bersamaan, Indonesia juga dibanjiri oleh impor baju jadi yang harganya murah. Oleh karena itu, industri TPT dalam negeri tidak bisa bersaing dengan baju impor yang murah ini.
"Kita lihat bahan baku banyak yang impor. Kalau impor benang kan mahal, impor kain mahal. Begitu itu impor bahan jadi [masuk Indonesia, red] itu [harganya] murah. Nah, sehingga dia (indsutri TPT lokal) tidak kompetitif," kata Esther ketika ditemui di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (25/6/2024).
"Harga impor baju jadi itu lebih murah di Indonesia. Sementara harga dari produk tekstil kita itu karena komponen bahan bakunya impor, jadi relatif lebih mahal, sehingga mereka (industri TPT lokal) tidak bisa bersaing di sini," jelasnya.
Akibat jumlah impor bahan baku yang tinggi, Esther mengatakan industri TPT jadi memiliki nilai tambah yang kecil.
Itulah yang harus menjadi PR bagi pemerintah, bagaimana membuat agar industri TPT dalam negeri bisa memiliki nilai tambah yang tinggi.
"Akhirnya kalau kita bisa menggantungkan diri pada bahan baku domestik, ya kita akan punya nilai tambah yang tinggi. Tetapi kalau masih bergantung pada impor bahan baku, masih rendah nilai tambahnya," ujar Esther.
Baca juga: Pemerintah Bakal Kembangkan Industri Microchip, Ini Pesan Pengusaha Tekstil
Sebagai informasi, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat, ada 13.800 pekerja perusahaan tekstil terkena Pemutusan Hubungan Karyawan (PHK) selama enam bulan pertama tahun ini.
Presiden KSPN Ristadi mengatakan, sejak Januari hingga awal Juni 2024, ada enam perusahaan yang melakukan PHK karena menutup pabriknya.
Lalu, ada empat perusahaan yang melakukan PHK akibat efisiensi perusahaan.